Rabu, 08 Juli 2009

BULAN MADU YANG TERTUNDA


Bulan Madu Yang Tertunda
Oleh : ST
Jam 10 pagi ini John Hara sedang duduk-duduk di ruang tamunya bersama Pak dan Bu Mitro. Kedua orang itu adalah penjaga rumahnya. Mereka baru saja selesai bersih-bersih dilingkungan rumahnya.
Tiba-tiba Pak Mitro datang menghadap dan berdiri di pintu ruang tamunya, “Pak, ada tamu!”
“Tamu? Tamu dari ma….”, belum selesai kata-katanya, dihalaman rumahnya berdiri dua orang. Yang satu laki dan yang lainnya perempuan. Keduanya masih sangat muda berparas tampan dan cantik.
“Permisi Pak!”, sapa yang pria ramah.
“Ooo…, sini dik, mari silahkan masuk!”, John Hara mempersilahkan tamunya masuk ke ruang tamu dan mempersilahkan duduk.
“Hm, adik-adik ini siapa ya?”, John Hara bertanya setelah tetamunya duduk.
“Saya Herman dan ini istri saya Rita Hasty!”, katanya sambil bersalaman. Ketika telapak tangan herman bersalaman dengan si perempuan, John merasakan desiran lain dihatinya dan jantungnya berdebar-debar.
Halus sekali tangan itu, pemiliknya juga sangat cantik luar biasa. Rasanya selebritis pun kalah. Matanya sangat indah bagai bintang timur, alisnya, hidungnya, pipinya, dagunya dan terutama bibirnya sangat indah segar dan lembut.
Tubuhnya begitu sempurna dengan kulit yang putih bersih.
Berkali-kali John menelan ludah melihat kecantikkan si wanita. Diperhatikan seperti itu secara naluriah si wanita menutup pahanya rapat-rapat dan kedua telapak tangannya secara otomatis mendekap bagian bawah pusar diantara dua pangkal pahanya.
Libido John Hera spontan naik melihat gerakan ini. Wah wanita sempurna. Gerakan itu dianalisa oleh John sebagai gerakan wanita baik-baik yang ingin mempertahankan kehormatannya bila ada sesuatu dirasakan mengancam.
John sangat senang dengan tipe wanita seperti ini.
John adalah pria yang sudah kenyang asam garam berpetualang sex. Dia sudah kenal berbagai tipe dan karakter wanita hanya melihat dari bentuk tubuhnya, gerak-geriknya, bahkan dari warna kulitnya dsbnya.
Sudah banyak wanita yang berhasil dia bekap dalam pelukannya. Bahkan dia pernah punya istri perempuan Jepang. Kini dia sudah cerai dengan istrinya itu dan hidup menduda sampai kini usianya sudah 48 tahun. Dia perempuan tipe yang setia dengan suaminya, demikian bisik hatinya.
“Ohya, adik-adik ini ada keperluan apa ya?”, Tanya John untuk menutupi belangnya.
“Anu Pak, apa disini menerima kost-kostan?”, Tanya lakinya.
Hampir saja John bilang tidak. Tapi otaknya berputar cepat ketika melirik istri si Herman ini.
“Kost? Ya, ada, siapa yang akan kost?”, Tanya John jelalatan.
“Kami Pak!”, sahut Herman.
“Ooo…, boleh! Boleh!”, spontan John mengangguk-angguk. Padahal rumahnya bukanlah tempat kos-kosan. Namun karena ada wanita cantik itulah spontan aja pikirannya bilang bahwa dia punya tempat kos-kosan.
“Berapa per kamar per bulan kalau saya boleh tau Pak”, Tanya Herman.
“500 ribu!”, Jawab John asal saja, karena matanya jelalatan memperhatikan si wanita.
“Wah! benar Pak?”, teriak Herman gembira.
“Ya”, jawab John singkat.
“Boleh kami lihat kamarnya?”, Tanya Herman bergairah.
“Mari saya antar”, kata John sambil berdiri dari tempat duduknya. Kedua tamunya mengikuti dari belakang.
Rumah yang mau disewakan John itu sebenarnya sebuah bangunan tersendiri yang terletak di sebelah depan kanan Bangunan yang di tempatinya. Bangunan yang terdiri 1 Kamar tamu, 1 kamar tidur yang ada kamar mandinya. Didepannya ada ruangan kosong yang bisa disulap jadi dapur dan ruang makan.
Bangunan ini dulu dibuat si John ketika dia masih suka hura-hura dengan gangnya. Tempat ini di pakai minum-minum, berjudi serta aktifitas lainnya bersama mereka.
Para tamunya berkeliling melihat bangunan itu. Mereka sangat puas, terutama sekali si pria. Tidak demikian dengan istrinya, sebenarnya dia ingin cepat-cepat pergi dan tidak mau kost disini. Tapi mau apa lagi, inilah tempat satu-satunya yang paling murah. Mereka sudah mengelilingi Kota ini, tapi semua tempat kost yang dikunjungi itu harganya selangit..
Ya, tempat kost di kota ini sangat mahal. Maklumlah ini kan kota wisata yang terkenal di dunia. Dan mencari kosan dengan harga murah tentulah sangat sulit. Oleh karena itu, mesti naluri wanitanya menilai ada sesuatu yang tidak baik dari calon induk semangnya ini, Rita akhirnya mengalah.
Setelah puas melihat tempat kost itu, mereka melanjutkan pembicaraan di ruang tamu.
“Ohya, adik-adik ini asalnya dari mana?”, Tanya John pada kedua tamunya.
“Saya berasal dari Semarang Jawa Tengah, dan istri saya ini berasal dari Bandung Jawa Barat”, kemudian Herman menjelaskan kepada calon induk semangnya identitas mereka secara lengkap. Ternyata si istri yang jelita ani adalah blasteran Sunda-Manado. Dua daerah di negeri ini yang sangat terkenal dengan gadisnya yang cantik-cantik.
Mereka baru 2 bulan yang lalu menikah. Usia mereka masih sangat muda. Yang laki baru 24 tahun dan perempuannya 21 tahun (Hm, pengantin baru rupanya, sedang panas-panasnya, batin John).
Mereka pindah ke kota ini karena si pria dimutasi oleh perusahaannya. Herman mempunya posisi cukup penting di perusahan swasta yang cukup bonafid. Sedangkan si istri baru saja diterima di perusahan Jasa Asuransi.
“Oke, saya akan suruh Pak Mitro membersihkan kamar itu, nanti adik-adik tinggal menempatinya saja!”, kata John.
“Ma…maksud Bapak?”, Tanya Herman kurang paham. Biasanya kalau orang kost ada yang mebawa peralatan rumah tangganya sendiri misalnya kasur, furniture dll.
“Ya, saya akan lengkapi dengan tempat tidur, lemari dsbnya. Lihat saja nanti”, ujar John meyakinkan.
“Wah terima kasih Pak. Kapan saya bisa tempati?”, ini pertanyaan bodoh sebenarnya, tapi tak sadar dilontarkan Herman.
“Kapan saja Dik Herman bisa masuk kesini”, kata john santai saja.
“Kalau begitu, besok saya akan kesini Pak”, jawab Herman senang. John hanya mengangguk saja. Soalnya selama pembicaraan itu perhatian John hanya kepada Rita Hasty istri si Herman. Jakunnya terus naik turun memperhatikan sosok tubuh yang begitu sempurna untuk seorang wanita muda.
Begitu pun ketika tamunya mohon diri, pandangan John tak lepas dari sekujur tubuh Rita. Apalagi waktu berjalan di depan John, wow pinggul itu begiti indah bentuknya. terutama goyangannya waktu berjalan. Aaahhhhh jantung John berdebar-debar.
Keesokan harinya sekitar jam 11 siang, kedua pasangan pengantin baru itu sudah tiba dengan membawa kendaraan sedan dan hanya membawa koper berisikan pakaian saja.
Ketika memasuki kamar, kudua pengantin muda itu terbelalak. Betapa tidak? Semua perlengkapan rumah ini betul-betul berkelas. Tempat tidur berkasur busa merk terkenal. Demikian dengan yang lainnya, lemari dilengkapi meja hias dengan kursinya. Kamar tamu dengan furniture berkualitas. Ketika masuk ruangan yang disulap jadi dapur, keduanya makin kagum. Ada kompor gas dengan tabunganya yang masih baru, lemari dan meja makan, serta peralatan dapur lainnya.
“Rit, mimpi apa ya, kita dapat tempat kost yang begini baik?”, kata Herman kepada istrinya.
“Ya, kita syukuri aja Mas”. Sahut istrinya lembut.
Semenjak ada sepasang suami istri yang kost di rumahnya, John lebih betah di rumahnya dan jarang keluyuran.
Sebelum ini, meski usianya sudah tidak muda lagi, John suka kelayapan dari malam hari hingga menjelang subuh. Kadang ke Kafe, diskotik atau pergi ke luar Daerah. Ada saja acaranya.
Namun kini, dia betah di rumah. Apalagi saat-saat suami-istri itu libur kerja pada hari minggu, Makin gairah saja dia. Dia suka memperhatikan istri Herman berlama-lama. Apalagi kalau pakai celana pendek dan kaos You Cant See berkerah rendah dimana menampakkan belahan dadanya dan ketiaknya yang mulus. Rita bukan tidak menyadari hal itu, itulah sebabnya sekarang dia tak pernah lagi memakai pakaian-pakian minim seperti itu.
Kalau pakai daster, ia akan selalu menutupi dengan pakian luar bagian atasnya seperti jaket dsbnya.
Suatu ketika pada hari minggu, sekitar jam 3 sore John baru saja bangun tidur. Dia keluar dari kamarnya sambil merging-regangkan badannya. Tiba-tiba saja matanya melotot. Betapa tidak? Istri Herman sedang menyapu halaman di depan kamar tamunya. Dia pakai daster, dan meskipun bagian atas dasternya sudah ditutupi dengan jaket jean, tapi dia lupa bagian bawahnya.
Saat itu pas matahari sore menyorot dari barat, sehingga ketika daster bagian bawah itu terosor, terpampanglah pemandangan yang sangat erotis. Nampak siluet bagain tubuh wanita itu dari pinggang kebawah.. Bentuk kaki Rita yang sangat indah, pinggul, kedua pangkal paha sampai ke betis. Bahkan bayangan selangkangannya yang dibalut CD (Celana Dalam)nya pun begitu jelas.
Pemandangan ini membut mata John melotot, nafasnya terengah-engah. Agar tidak kentara, John sembunyi di balik gorden dan mepet ke tembok ruang tamunya.
Hampir 10 menitan dia menyaksikan pemandangan yang membangkitkan libido kelelakiannya itu. Itulah sebabnya, mengapa akhir-akhir ini dia lebih suka ngendon di rumahnya.
Setelah Rita kembali ke kamarnya, John keluar dan menghampiri ruang tamu Herman.
“Eh Bapak, mari silahkan Pak!”, dengan ramah Herman mempersilahkan John duduk.
“Wah, dik Herman punya papan catur ya, kita main catur yuk!”, ajak John. Ini hanya alasan John agar bisa lebih dekat memperahatikan istri si Herman.
“Bisa pak, mari “, mereka pun bermain catur.
Sementara Rita yang duduk disamping suaminya langsung pergi masuk kamar. John sempat melirik pinggul Rita sebelum lenyap di balik gorden pintu kamar.
Beberapa saat setelah permainan, Herman memanggil istrinya, “Dik Rita, buatin dong tamu kita minuman!”,
“Ah, ga usah dik”, ucap John basa-basi. Padahal dalam hatinya bersorak. Bukan soal minuman itu. Tapi yang buat itu lho. Biar keluar dari persembunyiannya di kamar.
Benar saja, akhirnya sang bidadari itupun keluar dari kamarnya. Wow, cantik buanget. Bisik hati John sambil menelan ludah.
“Bapak minum apa? Teh atau Kopi?”, Tanya Herman.
“Apa saja boleh”, jawab John sekenanya. Apapun minumya, yang penting kan yang buat, bisik hatinya.
Saat Rita membawa minuman, John tidak mau menoleh ke Rita. Sebab dia kini sadar, pandangan mata John yang penuh nafsu itu dapat ditangkap Rita. John harus mengubah strategi. Dia harus pura-pura alim dan menahan diri demi suatu rencana yang lebih besar, kalau dia masih dengan cara sekarang, sang “burung” akan ketakutan dan menjauh.
Itulah sebabnya, ketika Rita meghidangkan kopi di hadapan John, John pura-pura konsentrasi ke biji catur. Dia hanya melirik jemari kedua kaki rita. Wow, mulus buanget, bersih dan ketika melangkah nampak telapak kaki itu kemerah-merahan. Glek, indahnya bisik John.
Demikianlah kondisi batin John yang tersiksa libidonya oleh kecantikan istri Herman.
Hari sabtu ini, pasangan suami istri itu nelancong kesebuah obyek wisata, :”Saya kan sekarang tinggal di pulau ini Pak. Dulu semasih di Jawa saya hanya dengar namanya saja. Nah mumpung kini bertugas disini, kami gunakan untuk mengunjugi obyek-obyek wisata tersebut”, kata Herman sebelum berpamitan.
Sekarang sudah jam 2 siang, John kesepian sendiri di rumah. Meski ada penjaga rumah yakni Pak Mitro dan istrinya, mereka tinggal dibelakang rumah John bersebatasan tembok. Mereka akan datang apabila rumah ditinggal pergi oleh John. Kalau ada John, mereka kembali ke tempat tinggalnya.
Ketika jalan-jalan sampai dibelakang bangunan yang di sewa Herman, langkah John berhenti. Nah ini dia! Bisik John dengan mata tiba-tiba saja berbinar. Didekatinya tempat jemuran yang terbuat dari almunium itu. Pada bagian bawah tiang jemuran bergelantungan 6 CD wanita.
Didekatinya CD itu, setelah menoleh ke kiri ke kanan persis kayak maling, yakin tidak ada yang melihat, John langsung menyambar ke 6 CD itu. Lalu dia masuk keruang tamunya. Dibeberkan CD itu diatas meja. Hm, ini CD berkelas batin John sambil menelan ludah. CD itu warna warni dan bermotif bunga-bunga. Ada yang pink, biru muda, kuning, oranye, coklat muda dsbnya. Diambilnya sebuah CD dan dibentangkan diatas meja. Tak ada noda apapun terutama bagian selangkangannya.. Biasanya CD milik para wanita ada noda ke kuning-kuningan pas di bagian belahan pepeknya. Tapi ini bersih banget. Ini menandakan pemiliknya suka kebersihnya. Pasti “barang” yang ditempel CD ini bersih dan putih bersih. John semakin penasaran ingin mengetahui “isi” dari CD ini.
Lalu CD itu ditempelkan ke hidungnya yang besar itu, dihirupnya aroma CD itu. CD itu beraroma wangi pengharum pakian. Ke 6 benda antik itu sama baunya.
Ada raut kecewa di wajah John, ini sih bau pengharum cucian, bukan bau gituan bisikknya.
Tiba-tiba dia pukul kepalanya sendiri, “Dasar Buaya Darat bodoh! Tentu saja ga ada baunya, ini kan CD yang sudah di cuci. Kalau mau tau baunya, cium aja yang habis dipakai dan belum sempat di cuci. Ya, ya baru ingat.
Yah, besok hari Senin, semoga ada CD yang belum sempat dicuci. Apalagi sekarang dia sedang pergi dengan suaminya, ntar sore datang pasti capek. Besok pagi mungkin ga sempat di cuci karena buru-buru kerja pagi-pagi. Demikian renungan dan analisis John yang sudah pengalaman dengan wanita.
Mereka datang sudah agak malam sekitar jam 9 dan langsung masuk kamar. Esoknya sebelum John bangun pagi, mereka sudah keburu berangkat kerja.
Dada John berdebar-debar tegang karena akan melakukan pekerjaan yang maha erotis. Dengan membawa kunci-kunci cadangan (memang setiap tuan rumah pasti mempunyai kunci lebih dari satu untuk kamar rumah yang disewakan).
Dibukanya pintu tamu, kemudian dilanjutkan dengan membuka kamar tidur. Kamar yang sangat rapi. Beberapa pakaian laki bergantungan, itu tentu milik Herman sedangkan daster dan beberap pakian wanita jelas milik Rita.
Matanya mengitari keliling ruangan. Tiba-tiba pandangannya berhenti pada wadah plastik yang dipenuhi tumpukan pakaian. Ini pasti pakian-pakian yang belum sempat di cuci. Dengan jantung berdebar-debar tegang, dihampirinya tempat pakian itu. Ini pakaian kemarin yang mereka pakai melancong. Setelah di bongkar-bongkar, akhirnya dug! dug! jantungnya berdengup kencang karena benda yang didambakannya ketemu. Sebuah CD wanita berwarna putih dengan motif bunga-bunga yang indah.
Diangkatnya CD itu dan diamati bentuknya. Pada bagian tengah (bagian yang pas menutup belahan pepek), ada kerutan. Ya, pasti bagian ini pas dijepit anunya yang tak henti bergerak-gerak saat berjalan. Didekati bagian itu, lalu dihirupnya dengan keras. Hm, nah ini dia baru asli bisknya, debar jantungnya makin keras. Nafasnya agak memburu. Samara-samar tercium aroma mirip bau terasi tapi tidak terlalu keras. Mencium bau ini, John makin horny saja. Kontol yang ada dibalik celana pendeknya langsung kaku. Saat mengendus-endus, ia bayangkan bentuk dari “dompet” pemiliknya.
Dibukanya resleting celana pendeknya dan dikuakkannya CDnya dan Plong Ruadalnya yang besar dan panjang mencuat kaku. Cukup panjang untuk ukuran orang Indonesia. Sekitar 18,5 cm. warna hitam dan dilingkari urat-urat sepanjang batangnya. Wow, pasti para wanita bisa menjerit melihatnya.
Lalu CD dalam genggaman tangannya di tutupkan ke kepala kontolnya dan dikocok-kocokkan kontolnya. John berkhayal seolah –olah kontolnya sedang menyodok-nyodok pepek Rita yang indah itu.
Ada cairan bening menodai bagian tengah CD Rita, tapi cairan itu bukanlah sperma. Itu cairan awal saat seorang pria lagi nafsu. Kalau tidak salah cairan itu bernama pigmen.
John tak mau menumpahkan spermanya di CD itu. Khawatir pemiliknya nanti curiga. Sebelum ngecret, John mengembalikan CD itu ketempatnya, lalu dia kembali ke luar kamar rumah itu.
Selamat hampir 2 bulan sejak mengenal Herman terutama sekali Si cantik Rita yang kos dirumahnya, John jarang sekali keluyuran keluar rumah. Pak Mitro dan Bu Mitro heran melihat kelakuan majikannya yang akhir-akhir ini lebih suka “bertapa” dirumahnya. Demikian pula teman-temannya.
Tiap malam dia selalu mengkhayalkan Rita bahkan sampai terbawa-bawa dalam mimpi. Sehingga besok paginya terpaksa dia mencuci celananya yang basah penuh sperma karena mimpi erotik dengan Rita.
Memasuki bulan ke 4 semenjak pasangan tsb kos di rumahnya, suatu sore menjelang malam sekitar jam 7, HPnya berbunyi. John tidak kenal nomor ini tapi dijawabnya juga.
“Hallo siapa ini”, tanyanya.
“Sa….sa…saya Rita Pak!”, jawab suara merdu diseberang. Rita! dug! Spontan jantungnya enjot-enjotan. Jadi nomor ini milik Rita? Mungkin Rita dapat no HPku dari suaminya. Harus kusimpan pikirnya girang.
“Ada apa Rita?”, Tanya John
“Anu…Pak…anu…!”, suara itu terputus-putus bahkan bernada sedih.
“He! Ada apa Rit. Bilang dong!”, seru John berdebar-debar.
“Suami saya…, suami saya kecelakaan!”, isak suara di seberang.
“Apa? Dimana? Kapan? Dan kamu sekarang dimana?”, Tanya John nyrocos.
Dengan terisak-isak Rita menerangkan bahwa suaminya sekarang ada UGD disebuah rumah sakit pemerintah.
“Baik….! baik…!, Pak sekarang kesana!”, sahutnya. Dengan buru-buru John berganti pakian yang pantas. Setelah menyuruh Pak Mitro menunggu rumah, dia mengeluarkan mobilnya. Sebuah sedan merk terkenal buatan eropa. Memang pada dasarnya John ini orang yang kaya. Dia punya usaha di mana-mana di Pulau wisata ini. Usaha yang berkaitan dengan bisnis pariwisata.
Meski sekarang pasar wisata akibat pulau ini 2 kali di bom teroris, namun ibarat kata pepatah, “Sekurus-kurusnya Gajah ya Tetap saja Besar”.
Ya sejatuh-jatuhnya bisnis John, kekayaannya tetap saja besar. Ditengarai oleh teman-temannya dia punya kekayaan sekitar 800 Milliar !
John adalah lelaki asal kawasan Timur Indonesia. Makanya kulitnya hitam legam dan rambutnya keriting dan kepalanya cenderung botak.
Itulah sedikit tentang John Hera duda yang pernah kawin dengan wanita Jepang. Kini mobil mewah itu memasuki kompleks Rumah Sakit Pemerintah terbesar di Pulau ini. Setelah memarkir mobilnya, ia buru-buru ke UGD. Dia hapal betul rumah sakit ini karena berapa kali membesuk beberapa temannya yang pernah opname di sini.
Tiba-tiba ada tubuh ramping bak bidadari menghampiri John. Ternyata Rita, “Pak!”, teriaknya tersedu-sedu lemudian memegang tangan John.
Tentu saja John berdebar-debar, entah mimpi apa semalam kini sang bidadari yang selama ini sulit didekati itu memegang lengannya. Bahkan kepala yang cantik harum itu bersender di bahunya? Tentu jantungnya kian enjot-enjotan. Untuk menutupi debaran kantungnya, John pura-pura menghibur. Kesempatan itu digunakan untuk membelai –balai rambut yang indah itu. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Kesempatan yang sama jarang datang untuk ke 2 kali dalam hidup manusia, bisiknya dalam hati.
“Eh, dimana suamimu!”, katanya sok tidak terpengaruh nafsu berdekatan dengan wanita cantik itu. Takut ketahuan belangnya.
“Sini Pak, ikut saya!”. Diikutinya langkah-langkah wanita itu. Dari belakang pinggul wanita itu bergoyang-goyang indah sekali. John berkali-kali menalan ludah.
Herman masih terlentang di tempat tidur dorong UGD itu. Wajahnya pucat dan matanya terpejam tak bergerak. Mungkin pingsan. Ada noda darah disana-sini. Menurut keterangan dokter sesuai hasil ronggent, tulang belakangnya patah!
Seorang dokter menyerahkan resep sambil menanyakan keluarga Herman. Rita mengambil resep itu. John mendekati, “Ada apa dik Rita?”.
“Ini Pak ada resep”, katanya gemetar.
“Dik Rita tinggal aja disisi, biar Pak yang urus semua. Tungguin aja suamimu!”, John mengambil resep itu kemudian pergi mencari Apotik didekat sana.
“Pak ini uang untuk beli obat…!”, kata Rita gemetar. “Sudah simpan aja dulu!”, Kata John ngeloyor pergi.
John sengaja melakukan ini untuk menanam budi sebanyak-banyaknya dan menarik simpati Rita.
Nampaknya usaha John ini akan berhasil. Apalagi ketika malam itu Herman membutuhkan darah, sementara persediaan darah di rumah sakit menipis. Dan yang lebih kebetulan lagi, golongan darah Herman dan John sama. Malam itu John kembali menjadi pahlawan dan berjasa besar menyumbangkan darahnya untuk keselamatan nyawa Herman.
John terus menunggu sampai dilaksanakan operasi pada malam itu. Operasi tulang belakang. Operasi itu berlangsung sampai pagi. Meski sebagai basa-basi, Rita menyuruh John pulang untuk istirahat (padahal dalam hatinya Rita takut ditinggal sendirian di Rumah Sakit ini. Maklum mereka tidak punya keluarga siapa-siapa di kota ini).
Selama menunggu operasi itu, Rita terus menceritakan perihal kecelakaan ini. Kecelakaan ini terjadi di bypass dekat Bandara. Ketika itu Herman hendak ke bandara menjemput pimpinan perusahaan pusat yang hendak datang ke sini. Tapi sayang, mobilnya tabrakan maut dengan sebuah bus wisata. Bus itu ringsek bagian depan kiri sedangkat mobil sedan accord milik Herman ringsek berat. Mungkin mobil itu tak akan bisa diperbaiki lagi. Rita sedih memikirkan mobilnya.
“Dik Rita, mobil atau segala harta benda itu bias dicari, yang paling penting bagaimana agar dik Herman diusakan dengan segala upaya agar nyawanya terselamatkan”, ucap John bijak.
Rita sadar begitu mendengar ucapan Pak John ini. Ya, harta bisa dicari, tapi nyawa? Dia pandangi wajah pak John ini. Tak disangkanya lelaki yang berperawakan tinggi hitam berpenampilan seram ini bisa berucap seperti itu.
John pura-pura memandang ke tempat jauh. Dia sadar, dia sedang diperhatikan oleh Rita. Rita menarik nafas, kemudian menundukkan mukanya. Saat itulah John menoleh ke sampingnya. Dalam situasi seperti biasanya, sebelum hari ini mana mungkin mereka bisa duduk berjejeran bahkan agak mepet begini.
Dipandangnya tengkuk wanita ini. Tengkuk yang putih mulus dihiasi bulu-bulu halus. Agak keatas, rambut yang digelung nampaknya agak terburu-buru. Justru makin manis dan cantik saja. Kemudian pandangan mata John menelusuri leher bagian samping terus keatas bagian belakang telinga. Daun telinganya begitu indah bentuknya dan lubangnya begitu bersih sekali. bagian-bagian tersebut menyimpan potensi gairah birahi yang luar biasa di tubuh wanita ini. Bagian tubuh yang merupakan area peka. Di bagian kepala selain bibir, bawah dagu, leher. Apa suaminya sudah mengeksploitasi bagian tersebut. Hm, aku ragu mengingat Herman nampakya lelaki alim.
Belum lagi bagian-bagian lain dari tubuh wanita ini. Sungguh tubuh yang sangat sempurna. Ah betapa beruntungnya Herman punya istri seperti ini.
Membayangkan tadi dapat membelai kepala itu, jantung John kembali berdebar-debar. Dan bau tubuh itu, bau harum kas dari seorang gadis cantik. Jarang-jarang ketemu gadis yang mempunyai bau tubuh alami mirip bau bayi. Glk. Glk. ludahnya beberapa kali di telan.
“”Pak!”, suara Rita menyela kesunyian.
“Ya…, Ya dik!”, John agak gugup dan lamunannya langsung buyar.
“Bapak sudah banyak membantu saya dan mas Herman. Tidak saja moril tapi juga materil. Sungguh saya akan sulit membalas budi bapak”, kata Rita sambil menatap wajah John Hera yang agak gelap dan seram itu. Bibir itu agak tebal, ada kumis tebal melintang ditasnya. Sementara di dagunya yang kokoh itu ditumbuhi janggut yang raga kasar.
Tapi hatinya baik sekali, bisik Rita. Rita tidak sadar, buaya tua ini sedang mengatur banyak strategi dan berbagai trik. Kini simpati Rita sudah dikuasai mendekati 80%. Selangkah lagi maka….
“Sudah dik jangan berfikir yang macam-macam, sesama manusia harusnya kita saling tolong. Apalagi keluarga kalian pada jauh semua. Maka akulah kelurga adik sekarang”, kata John lembut.
Hati Rita sangat tersentuh mendengar ucapan John. Saking terharunya, Rita tiba-tiba merebahkan tubuhnya ke dada John. Tubuh wanita cantik itu meluruk dan diterima oleh John kemudian langsung di peluk. Kebetulan saat itu malam menjelang pagi. Lorong dekat kamar operasi itu sangat sepi. Hanya mereka berdua saja duduk di kursi panjang itu.
Dengan debaran jantung yang sangat keras, John memeluk tubuh itu. Dipihak Rita, pelukan ini tentu bernuansa keharuan, karena kebaikan John. Tidak demikian dengan John yang saban malam memimpikan Rita. Pelukan ini penuh nafsu birahi yang menggelegak. Lengan kiri John melingkar ke pinggang dan lengan kanan seolah-olah tidak sengaja melorot kea rah pinggul Rita bagian belahan kiri.
Hidung John yang besar itu mencium ubun-ubun Rita. Tubuh Rita terasa kecil dibandingkan tubuh John yang menjulang tinggi 180 cm itu. Dan tubuh cantik itu tenggelam dalam tubuh yang penuh bulu dan hitam itu.
Seperti tidak sengaja, setelah mengecup ubun-ubun, bibir tebal berkumis lebat itu menggosok daun telinga Rita yang indah itu Karuan saja Rita mengelinjang kegelian sehingga kepalanya tersentak kebelakang. Rita berpikir itu tidak disengaja oleh John.
Tindakan John semacam tes, apa benar analisinya bahwa bagian tubuh yang digosok John itu peka. Dan John tersenyum melihat reaksi Rita yang menggelinjang-gelinjang kegelian tadi.
Beda dengan Rita, glitikan kumis John pada daun telinganya dirasakan bagaikan sengatan ribuan watt strum. Belum pernah dia rasakan seperti itu, wajahnya jadi merah karena jengah.
Saat itu, ruang operasi terbuka, mereka segera melepaskan pelukannya dan mendekati dokter yang keluar dari ruang operasi.
“Gimana dok. Bagaimana suami saya?”, Tanya Rita cemas di ikuti John dibelakangnya.
“Hm, tenang nyonya. Operasi berjalan lancar. Suami anda selamat!”, Kata dokter yang membuat wajah Rita berseri-seri bahagia.
Dengan gembira Rita menoleh kearah John, “Pak, suami saya selamat!”.
“Syukurlah Dik kita doakan saja agar cepat sembuh dan segera keluar dari rumah sakit ini”.
“Ini berkat pertolongan Bapak dan doa nya”, ujar Rita lembut.
“Usaha kita semua dik, ada dokter, ada adik dan mereka yang membawa suamimu ke UGD ini”, ujar John sok bijaksana.
Malam itu dengan usaha John, Herman mendapat kamar yang memadai bahkan kelas vip. Awalnya Rita keberatan karena tentu kamar itu mahal biayanya. Sedangkan tabungannya sudah terkuras hampir habis membiayai pengobatan dari malam kemarin sampai pagi ini. Tapi ketika di ruang administrasi tadi John bilang akan menanggung seluruh biaya rumah sakit ini, hatinya jadi lega. Meskipun ada beban karena hutang bidinya pada Pak John makin bertumpuk.
Diam-diam John menelepon Pak Mitro agar datang ke rumah sakit. Dia suruh Pak Mitro numpang taxi aja. Nanti John yang akan mengganti semua ongkos tersebut.
1 jam kemudian Pak Mitro sedah ada di rumah sakit bahkan sudah ada di ruang vip dimana Herman diopname.
“Lho, Pak Mitro kok ada disini?”, Tanya Rita heran.
“Saya yang menyuruhnya kemari Dik. Dia yang sementara akan menjaga suamimu. Sementara kita pulang sebentar”, Potong John sebelum di jawab Pak Mitro.
“Tapi…, tapi…bagaimana dengan suamiku?”, ucap Rita bingung.
“Begini Dik, kamu perlu pulang, ganti pakaian dan mandi agar segar. Ntar lagi kesini. Kalau terus begini, kamu malah bisa sakit. Ini lebih berat lagi karena kalian suami istri kalau kalian berdua pada sakit, siapa yang menjaga siapa?”, benar juga. Rita dapat menerima usul ini.
John dan Rita meninggalkan rumah sakit. Saat itu Herman masih tidur pulas. Mungkin masih terpengaruh obat bius. Sepanjang perjalanan pulang, keduanya membisu. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri. Di rumah menunggu Bu Mitro.
“Bu, buatkan Dik Rita air hangat!’ perintah John pada Bu Mitro.
“Nggih Pak”, sahut Bu Mitro.
“Aduh Pak, ga usah. Biar saja saya buat sendiri”, Kata Rita merasa tidak enak.
“Sudahlah Dik kamu kan sedang lelah istirahat aja dulu”, kata John.
Rita semakin tersanjung saja denga tindakan-tindakan simpatik John Hara ini.
Tanpa disadari, Rita sudah digiring menuruti kata-kata John. Dari mulai menuruti men opnamekan suaminya di rung kelas vip. Menyuruhnya (mengajaknya) pulang dan kini mandah menerima dibuatin air hangat. Pelan-pelan Rita mulai meruti kehendak-kehendak John.
Air hangat yang dibuat Bu Mitro segera dibawa ke kamar mandi Rita. Rita segera merendam dirim. Ah segar rasanya. Benar juga kata Pak John, tubuhnku jadi nyaman. Nah, satu lagi tumbuh keyakian hatinya pada John. Makin lama tentu keyakinan pada John makin tebal.
Begitu keluar dari kamar mandi, Rita tanpa sadar (mungkin karena sangat sibuk memikirkan suaminya) tubuhnya hanya dililit handuk sebatas atas payudara dan pertengahan pangkal paha. Dia langsung saja keluar kamar, maksudnya menjemur CD dan pakaian yang di pakai semalam.
Begitu masuk kamar tamu, hampir mulutnya menjerit karena ternyata Pak John sudah duduk di sana sambil asik membaca majalah. Tapi dengan pandainya John pura-pura asik membaca majalah, sehingga Rita urung menjerit.
Sekali lagi Rita termakan simpati yang di pasang si John. Ini sangat beda betul dengan awal-awal kenalan mereka beberapa bulan lalu. Ah, mungkin waktu itu aku belum kenal watak asli Pak John dan aku terlalu berprangka buruk pikir Rita.
Rita tidak tahu, dari belakang mata John melotot bagai raksasa mau menelan korbannya. Nafsu sexnya sungguh mau meledak-ledak melihat tubuh Rita yang terbalut handuk. Kontolnya kedut-kedut, nafasnya memburu dan jantungnya berdengup kencang. John sudah hampir menyerah pada nafsu birahinya dan mau menyergap tubuh indah itu.
Tapi dia dengan sekuat tenaga menahannya. Aku harus kuat, demi program jangka panjang. Kalau aku terkam, hanya dapat nikmat sesaat tapi rugi selamanya, bisiknya.
Kembali kekamar melewati ruang tamu, Rita tenang-tenang saja. Rita makin yakin saja bahwa John itu orangnya baik. Banyak orang tampangnya cakep dan nampaknya simpatik tapi ternyata kelakuannya brengsek Beda buanget dengan induk semangku ini, biar wajahnya seram tapi hatinya baik.
Setan bersorak karena sekali lagi John mampu mengelabui Rita.
“Dik Rita, apa sudah selesai ganti pakaian?”, Tanya John dari luar kamar.
“Belum pak, ada apa?”, Tanya Rita balik.
“Kamu pakai saja baju kaos dan celana pendek”, kata John yakin.
“Kok gitu pak?”, Tanya Rita agak heran. Kalau dulu sebelum kecelakaan suaminya ini John bilang begitu pasti Rita marah-marah menganggap ucapan itu kurang hajar. Tapi sejak kemarin, ada perubahan sngat deratis 180 derajat. Dia percaya pasti ada maksud baik dari ucapan itu yang sudah terbukti kebenarannya. Buktinya, air hangat tadi kini membuat tubuhnya kembali segar.
Begitu selesai memakai pakaian sesuai dengan permintaan John, Rita keluar kamar hendak menemuai pak John di ruang tamu. Tapi mereka hamper tabrakan di pintu karena pada waktu bersamaan John justru hendak masuk kamar.
“Kembali ke kamar Rit. Tubuhmu perlu dipijit lebih segar lagi”, kata John meyakinkan.
Sebenrnya tidakan John ini vipere verikoloso alias nyerempet-nyerempet bahaya. Apabila Rita tidak dapat diyakini, bisa hancur bangunan kepercayaan Rita kepadanya yang sudah disusun susah payah sejak lemarin malam. Dan akan sulit menyusunnya kembali. Kepercayaan itu mahal bisiknya. Tetapi kalau sudah dipercaya, segalanya jadi lancar.
Pijit? Rita heran.
“Ya, ini pijitan yang tidak ada diseluruh dunia kecuali di desa terpencil di Thailand”, jelasnya meyakinkan.
“Wah mengapa pak tidak buka pijit seperti ini saja di kota ini? Pasti laris”, Tanya Rita. “Nggak ah, ilmuku ini hanya kugunakan untuk para sahabatku saja!”, kata John.
“Gimana? Mau? Kalau ga ya sudah!”, ujar John nothing to lose.
“Mau dong Pak”, jawab Rita.
Membuat John makin berdebar-debar karena sebentar lagi dia akan dapat menyentuh beberapa bagian tubuh rita. Tapi dia janji dalam hati dengan sekuat tenaga menahan nafsu sexnya, dia tidak akan langsung menyentuh daerah-daerah rahasia di tubuh Rita. Apalagi meyalurkan gairah sexnya kepada Rita. Ini saat yang kurang tepat karena Rita sedang berduka. Dia akan mencari waktu yang tepat. Proses perangsangan ini harus betahap sehingga berhasil satu bagian, bagian tubuh lainnya pasti akan nuntut untuk di jamah. Itu berdasarkan pengalaman dia yang sudah menaklukkan banyak wanita.
Sebelum mulai dia jelaskan pada Rita reaksi tubuh yang akan dipijit. Dia jelaskan panjang lebar ke Rita, jika pijit pada umumnya pasien pasti akan mengerang-ngerang kesakitan. Tapi pijitan ini akan membuat pasien ke gelian. Bahkan kalau yang ga tahan geli, ada yang sampai pipis.
“Saya juga ga tahan geli pak”, kata rita sambil mengeleng-gelengkan kepalanya seperti kegelian.
“Ya, mana pilih sakit apa geli? seperti juga obat, yang pahit kasiatnya selalu lebih mujarab, kalau kamu tidak mau ya kita batalkan saja”, kata John sambil hendak membalikkan badannya (ini Cuma pura-pura sebagai pancingan saja. Dan usahanya berhasil. Rita memegang tangan kiri John).
“Jadi deh pak saya percaya kok”. Kata Rita. Iblis dalam hati John kembali bersorak menang.
“Ok, sekarang kamu telengkup di kasurmu”, perintah John.
Rita langsung menelungkupkan tubuhnya. John berdiri di samping tempat tidur menatapi tubuh sang bidadar dan tidak henti-hentinya menelan ludah. Berapa kuat juga iman lelaki normal akan runtuh oleh tubuh yang seksi ini. Apalagi John yang libidonya tinggi ini. Dengan menguatkan hati john berkata, “Nah aku mulai, dari jari kaki dulu”.
Benar saja, ketika jari kakinya mulai disentuh, rasa geli merambat. Ada geli ada nikmat yang aneh yang sulit dia mengerti. Rita adalah wanita yang masih hijau.Usianya baru 21 tahun dan tidak pernah mengalami pengelaman sex yang hot. Rita tidak mengetahui bahwa geli-geli nikmat itu adalah nafsu yang melai merambat. Kalaupun dia ngesex dengan suaminya, dia tak pernah mengalami foreplay (pemanasan menjelang ngesex). Suaminya yang juga hijau dalam sex itu hanya buka paha Rita, masukin kelaminnya yang sangat kecil ke lubang pepek Rita dan hanya 5 menit sudah cret lalu tidur. Jadi Rita belum pernah mengalami orgasme sex. Apalagi kenikmatan dalam bersetubuh.
Jam menunjukkan angka 9 pagi. Suasana rumah itu sangat sepi. Bu Mitro sudah disuruh pulang sama John. Dari dalam kamar Rita, sekali-kali terdengar pekikan-pekikan kegelian. Ada suara Oh. Ih, auuw, rengekan manja, desahan. Jika ada orang lewat, tentu dikira dalam kamar itu ada orang yang berbulan madu.
Kini kita lihat dikamar…., seprai awut-awutan. Nampak tubuh Rita mengeliat-geliat. Pinggulnya bergerak-kekiri kekanan. Kedua tangannya meremas-remas seprai tempat tidur . matanya agak terpejam. Mulutnya agak terbuka mengeluarkan desahan, “Oh-oh-oh, diselingi rintihan rengekan manja, desisisan seperti orang kepedasan habis makan sambal cabe. Kadangkala terpekik kalau ada bagian sensitive tersentuh jari John. Dilain saat ada cekikikan, “Aduh Pak, ah, sssshhhh, oh…hihihik mmhh”, rambutnya awutan karena kepalanya bergerak terus dan matanya dipicingkan setengah tertutup. Sungguh pemandangan yang sangat erotis sekali.
Saat ini jemari tangan John semakin ke atas saja mendekati pangkal paha. Ujung telunjuk itu bahkan sudah menyusup ke lingkaran celana pendeknya. Ujung jari telunjuk itu lagi mengurut bulak-balik ke pangkal paha. Lagi di dorong lagi ditarik.
Tindakan John ini kontan membuat pinggul Rita sekali-sekali terangkat. Diselingi kedua paha yang kadang-kadang ngangkang kemudian tertutup.
John dapat melihat CD rita yang berwarna pink ketika pahanya bergerak-gerak membuka. Pemandangan yang sangat merangsang sekali (atas dasar pengalaman meniduri wanita, John yakin saat ini lubang vagina Rita pasti sudah basah dan becek).
Sementara dalam batin Rita ada perasaan aneh yang belum pernah dialami, sangat nikmat bercampur geli. Bahkan…ia malu karena ada rasa gatal pingin digaruk oleh tulunjuk John yang bergerak sebatas pangkal pahanya. Dia amat penasaran dan hampir berteriak agar telunjuk dan jari-jemari John mrnggaruk bagian tengah-tengah selangkangannya. Teruuus…teruuussss Pak harapnya dalam hati. Tapi jari telunjuk itu belum juga melakukannya. Dia jadi penasaran sehingga diluar kontrol malah Rita memaju-majukan pinggulnya dengan harapan ujung telunjuk itu menyentuh bagian dalam selangkangannya. Rasa malunya sebenarnya sudah ditutupi oleh keinginannya mengejar seseatu yang harus dituntaskan. Entah apa itu namanya (Rita tidak tahu, itulah pemuasan nafsu syahwat yang bernama orgasme).
Kadang pikiran sadarnya muncul hingga ada rasa malu, tapi pikiran ini ditutipi oleh rasa ingin ketuntasan.
John sungguh pandai sekali mempermainkan perasaan berahi wanita ini. Ada rencana John untuk tidak menuntaskan berahi wanita ini. Dengan demikian, wanita ini akan terus penasaran dan puncaknya akan mengejar-ngejarkan untuk menyelesaikan tugasnya memuaskan berahi yang belum kecapaian itu.
Dan rencana itu kini bergasil.Tiba-tiba John menghentikan semua kegiatan itu, “Suda Rit. Cukup dulu!”.
Rita kaget dan tanpa sadar dia keceplosan, “Pak Jonh…, aku…aku…belum pu..!”, tiba-tiba katanya berhenti. Wajah itu sangat merah karena sangat jengah.
John pura-pura tidak dengar dan sok sibuk mencari lap.
“Rit aku tinggal dulu. Aku mau beli rokok ke warung!”, katanya lalu ngeloyor pergi keluar kamar. Di luar kamar, wajah John menyeringai kayak setan. Yess! Yess! Usahaku sukses teriaknya dalam hati.
Di kamarnya, Rita agak bingung, ada yang membuat ia penasaran. Ada ketidak puasan. Ada rasa penasaran. Pokoknya campur aduk deh.
Tiba-tiba dia bangun dari kasurnya lalu merapikan seprai dan guling yang berantakan. Kemudian berjingkat-jingkat membuka lemari dan mengambil sebuah CD. Selanjutnya menuju kamar mandi. Ia buka semua pakiannya. Ketika membuka CD yang dipakainya, didapatnya CDnya basah bagian tengahnya. Ia malu, ah aku pipis bisiknya. Sungguh hijau Rita dengan sex. Ia tidak tau bahwa itu cairan kelamin. Cairan itu menandakan dia hampir saja mengalami orgasme kalau saja tidak dihentikan oleh John.
Digantinya CD itu dengan CD baru, sedang CD yang basah itu langsung dicuci. Kemudian keluar kamar menjemur CD basah itu.
Di balik gordin kamar tamu, wajah John menyeringai bagai iblis. Semua gerak-gerik Rita tak lepas dari pengamatnnya. Mulai mencuci CD di kamar mandi, mengganti CD, dan menjemur CD basah.
Dia sudah menang dan libido wanita muda itu sudah berhasil dibangkitkan. Kini John tinggal memupuknya terus menerus. Atau ibarat gunung, Rita adalah gunung Merapai yang dalam kepundannya penuh gejolak api nafsu birahi. Sewaktu-waktu apabila tidak tersalurkan akan meledak. John tinggal menyiramkn sedikit bensin maka….., seriangai iblisnya makin menyeramkan.
John keluar dari kamar tamunya lalu memanggil Rita, “Rit, kita ke rumah sakit yuk!”.
Suamiku, Rita tersentak dari lamunannya. Segera saja dia berganti pakaian dan berdandan dengan cantikknya. Dia heran, untuk siapa dia berdandan? Bukankah keluarganya lagi berduka? tapi sudah terlanjur biar saja.
Diam-diam John terpesona melihat kecantikan Rita ini, “Rit, kamu cantik sekali” puji John spontan.
Rita bergebar-debar, aneh, suaminya pun jarang memujinya. Paling-paling hanya dulu waktu pacaran saja. Wajahnya menunduk berona merah.
Selama perjalanan ke rumah sakit, mereka diam saja. Tapi dalam hati masing-masing sibuk dengan pikirannya. John melirik wanita yang duduk disampingnya ini. Sayang, 85 persen hatimu sudah ada digenggamanku. Separuh tubuhmu dari pusar keatas belum kugarap, batinnya. Tunggu saja ya sayang.
John mengajak Rita mampir ke restoran padang dan Rita mandah saja. Setelah makan merekapun melanjutkan perjalanannya ke rumah sakit.
Setelah 3 minggu opname di kamar vip rumah sakit, akhirnya Herman diperbolehkan pulang. Tinggal penyembuhan dan obat jalan saja. Yang mengejutkan, Herman tidak lagi bisa berdiri. Kedua kakinya lumpuh. Kontan Rita menagis sedih sekali. Rita dihibur John, tentu tidak di depan Herman. Tapi dibelakang rumah yang ditempati John. Disama ada emperan sempit. Lagi-;agi tubuh wanita cantik itu dipeluk oleh John. Kemudian ketika John menundukkan wajahnya ke wajah Rita, Rita memejamkan matanya. Bibirnya agak terbuka. Wajah John kian menunduk dan…..cup, bibirnya yang tebal hitam kebiruan itu hanya mengecup keningnya.
Rita tersentak, wajahnya bersemu merah. Dia pikir pak John akan….., eh hanya keningnya. Sungguh malu dia karena bibirnya sudah kadung terbuka. Semua tindakan ini merupakan kesengajaan John untuk memancing kepenasaran Rita yang tanpa sadar sedikit demi sedikit nafsu birahinya sudah berhasil dikobarkan oleh John.
Ada kabar buruk untuk Rita (kabar baik bagi John), hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa Herman secara sexual tidak normal lagi. Syaraf-syarat tulang belakangnya yang salah satu fungsinya adalah menentukan ereksinya “burung” sang suami sudah pada rusak.
Tentu saja kabar ini merupakan neraka bagi kebahagiaan Rita. Hal ini sengaja disembunyikan oleh Herman dan Rita dari orang-orang yang ada dilingkungannya. Terutama sekali tentu Pak John.
Namun John bukanlah lelaki kemarin sore. Wawasannya tentang sex cukup matang. Meski bukan dokter, John tahu berdasarkan pengalaman yang luas dan banyak pergaulan, lumpuhnya kaki Herman berarti lumpuh juga kemampuan Herman memuaskan kebutuhan biologis Rita. Dia banyak tahu itu dari teman-teman dan juga pernah ada teman dekatnya seperti Herman ini.
Apalagi suatu malam ketika dia berjalan-jalan di halaman. sekembalinya menutup pintu gerbang. Saat melintas dirumah kosan Herman, dia mendengar orang menagis terisak-isak diselingi suara lelaki yang menghiburnya. Rita! itu tangis Rita. Dengan perlahan-lahan John mengambil tangga kayu dibelakang rumahnya kemudian dengan berjingkat-jingkat tangga itu disenderkan ketembok rumah kosan Rita. Kemudian dengan hati-hati dia menaiki tangga itu. Dibagian atas ada kaca, dari sanalah dia mengintip keadaan di dalam kamar.
Nampak kepala Rita rebah didada suaminya sambil terisak-isak. Rambutnya dibelai-belai oleh tangan kiri Herman. Mereka berbisik-bisik entah apa yang dibicarakan. Yang membuat jakun John naik turun dan nafsu sexnya naik ke ubun-ubun adalah keadaan Rita. Saat itu pakaian atas Rita separuh kancingnya terbuka dan dadanya telanjang tanpa beha.
“Ayo Mas lagi dong”, rengek Rita memelas. Ditariknya tangan suaminya dan disuruhnya meremas-remas payudara itu. Namun Herman nampaknya tidak berselera dan loyo sekali.
“Maaf dik aku ga bisa”, kata Herman.
“Coba dulu dong Mas”, rengek Rita lagi. Sebenarnya Rita adalah wanita pemalu dan bukan wanita agresip. Tapi entah apa sebabnya akhir-akhir ini dia merasa ada yang bergejolak pada dirinya yang perlu dituntaskan. Akhir-akhir ini wajahnya murung dan sifatnya lebih sensitif dan gampang sekali marah.
Rita tidak tahu, itulah efek dari nafsu sexnya yang tak tersalurkan. Akibatnya gampang marah, bahkan kadang-kadang kepalanya agak sakit. Semua gejala itu akibat nafsu sex yang telah dibangkitkan oleh John dengan pijitan erotiknya beberapa minggu yang lewat.
Nafsu yang telah bangkit tapi tak terpuaskan karena lakinya impotent. Apalagi ditambah suasana kantornya dimana tema pembicaraan teman-teman selalu mengarah ke kehidupan ranjang. Kondisi ini yang ikut mengompori dan makin menyulut api birahinya. Seperti suasana pagi ini dikantornya.
Teman-teman Rita sedang menggoda Ety. Ety adalah wanita yang baru saja melepas masa lajangnya. Seorang teman laki nyeletuk, “Et gimana malam pertamanya, hot ga?”
Ety yang ditanya tersenyum malu-malu, “Ah biasa aja”.
“Biasa? Ah yang benar, tapi kok wajahmu pucat amat?”, goda yang lain.
“Dan itu, jalan kakimu agak berbeda dibandingkan sebelum kawin?”, Tanya yang lain sehingga suara tawa riuh rendah memenuhi ruang itu. Hanya Rita yang tidak tertawa. Guyonan-guyonan itu seperti menyindir dia. Padahal tidak seperti itu.
Dengan gerah dia keluar ruangan. Rencananya ke toilet, tapi…tubuhnya tiba-tiba diam. Dia berdiri kaku bagai patung. Betapa tidak? Di dekat pintu masuk toilet wanita, nampak sepasang tubuh sedang berpelukan. Tubuh laki dan perempuan!. Si laki menciumi bibir si perempuan dan dibalas dengan panas oleh perempuannya. Kemudian si laki yang ternyata pak Hendro dari bagian pemasaran dan si perempuannya ternyata Yeni kawan akrabnya. Teman yang sering diajak curhat. Tak dinyana mereka seperti itu. Bibir si laki yang diatasnya dihiasi kumis itu sedang menjilati leher Yeni yang mulus jenjang itu. Wajah Yeni mendongak ke atas dan bibirnya terbuka. Terdengar rintihan dari mulutnya. Jemari tangan kanan pak Hendro menyelinap dibalik BH Yeni dan bergerak-gerak meremas-remas gundukan daging kenyal itu. Sedangkan jemari kirinya meremas-remas gundukan pinggul kiri Yeni. Sungguh pemandangan yang sangat erotis.
Kerongkan Rita terasa tercekik melihat adegan itu. Kemudian dia menempelkan tubuhnya ke tembok kamar mandi dan terus mengintip adegan itu.
Dibenaknya terbayang wajah suaminya yang tidak berdaya dan wajah…..Pak John! Tanpa sadar wajahnya terpejam-pejam, berkhayal seolah-olah dialah Yeni dan pak Hendro adalah…Pak John. Wajahnya bersemu merah. Nafasnya naik turun. Sudah hampir 2 bulan dia tak dijatah suaminya karena sudah…impotent!
Ada yang mengembang pada payudaranya, putingnya mengeras. Sementara dibawah pusarnya, ada rasa panas diselinga samara-samar rasa gatal dan pingin pipis.
Cepat dia meninggalkan tempat itu kembali ke ruang kerjanya. ruangan kerja itu sudah sepi. Mungkin mereka pada cari makan karena ini kan sudah jam 12 siang lewat. Dadanya masih berdebar-debar melihat adegan panas tadi.
Tiba-tiba pintu terbuka dan muncul Yeni di pintu itu. Rambutnya tampak rada awut-awutan dan…lipstick di bibirnya itu agak pudar. Kemudian disusul munculnya sosok tubuh pak Hendro.
Pak Hendro bersiul-siul seolah tidak terjadi apa-apa diantara mereka. Yeni memgambil alat-lat kecantikan di tasnya lalu dibedakinya wajahnya kemudian bibirnya ditambah lipstick.
Rita diam-diam melirik Yeni. Hm, tenang sekali dia seperti tidak ada apa-apa. Beginikah suasana kantor ketika boss perusahaan ini sedang pergi ke Jakarta? Keluh Rita.
“Rit, kita keluar yuk!”, ajak Yeni. Rita menoleh, ia lihat Yeni sudah selesai berdandan.
“Kemana?”, Tanya Rita.
“Ada deh, ayo ikut saja aku”, Yeni menarik tangan Rita, keduanya keluar dari ruang kerja itu.
Yeni menghidupkan sepeda motor jetmaticnya.
“Ayo naik keboncengan?”, tak lama kemudian, kedua wanita itu berboncengan meninggal katornya.
Di sebuah warung pinggir jalan, Yeni menghentikan motornya.
“Kamu tunggu saja disini. Jaga motorku”, ujar Yeni. Kemudian Yeni masuk warung itu. Tak lama ia sudah kembali membawa 2 bungkusan. Tampaknya 2 bungkus nasi.
Mereka melanjutkan perjalanan, tak sampai 10 menit mereka memasuki sebuah rumah yang cukup asri. Itulah rumah Yeni.
“Yen, rumahmu kok sepi sih?”, Tanya Rita.
“Ya dong, suamiku kan pelaut. Sebulan sekali baru pulang. Anakku satu-satunya si Dedy jam segini sedang kursus bahasa Inggris”. Kata Yeni.
Yeni membuka pintu rumahnya dan langsung menuju dapur. Dia mengambil 2 buah piring berserta sendoknya. Kemudian mengisi 2 gelas air putih. Setelah menaruh kedua bungkusan pada masing-masing piring itu, Yeni mempersilahkan Rita makan. Selama makan meraka ngoceh ketimur dan kebarat.
Setelah makan, kedua wanita itu duduk-duduk di ruang tamu. Yeni menghidupkan TV. Beberapa kali berganti-ganti channel.
“Brengsek! Ga ada acara yang menarik”, gerutunya.
Dia bangkit menuju kamarnya. Tak lama keluar kamar membawa piringan CD (Compakc Disk). Kemudian dimasukkan ke CD player yang ada disampin TV.
Tak lama dilayar TV muncul gambar film. Tiba-tiba muka Rita merah padam dan wajahnya dipalingkan sambil berseru, “Iiihh !”.
Yeni ngakak melihat reaksi Rita.
“Hihik! Rita.., Rita. Kamu kok kayak wanita gunung saja sih. Film beginian sih sudah biasa diputar orang. Lagian kita kan sudah dewasa, sudah pada berumah tangga lagi. Bahkan mungkin kamu hampir tiap malam melakukannya dengan suamimu”. Ledek Rita.
Huh ngawur! Siapa ngelakuinnya tiap malam? Sudah hampir 2 bulan aku puasa tau! Hampir saja ucapan seperti itu keluar dari mulutnya. Ketika melirik adegan di layer TV itu, jantungnya berdebar-debar. Terlihat adegan dimana seorang lelaki negro sedang mengemoti payudara wanita kulit putih. Tubuh mereka kontras sekali. Yang lelaki hitam legam dan wanitanya berkulit putih mulus. Yang wanita sedang menggenggam “tongkat”nya si negro.
“Tongkat” itu begitu besar dan panjang. Jemari tangan si wanita sampai tidak mampu menggenggam. “Tongkat” si lelaki negro sedang di koco-kocok oleh si wanita.
Bagian dada Rita terasa mengembung dan putingnya terasa menegang. Sementara dibawah pusarnya agak menebal dan memanas. Ada rasa ingin pipis. Cepat-cepat dia berdiri, “Yen, aku ke toilet dulu”.
“Lho, ini kan baru foreplay Rit. Jangan ditinggal dong!”, goda Yeni cekikikan.
“Peduli amat, Nonton aja sendiri!”, kata Rita ketus dengan wajah cemberut.
Di toilet Rita mengangkat roknya sampai ke pinggang. Kemudan melorotkan CD (Celana Dalamnya) sampai di lutut. Kemudian dia duduk di kloset. Dia terpranjat saat matanya melihat bagian dalam CDnya agak basah. Ih! Saat jemari tangan kirinya meraba selangkangannya…Ih! Kembali mulutnya menjerit. Sialan! Aku basah ah. Wajahnya merona merah saking malunya. Pantasan saat melihat adegan hot tadi terasa mau pipis. Cepat-cepat dia ambil gayung dan menyendok air. Dicebokinya “barang”nya sampai bersih.
Ketika sampai di kamar tamu, Yeni sudah mematikan filmnya.
“Ayo kita kembali ke kantor!”. Ujar Yeni.
Sorenya tepat jam 5, Yeni sudah memasuki halaman tempat kostnya. Di kamar tamu suaminya sedang bermain catur dengan Pak John.
“Selamat sore!”, sapa Rita pada mereka.
“Sore!”, balas mereka hampir bersamaan.
“Hai Rit! Ada kabar baik nih!”, kata suaminya dengan wajah berseri.
“Kabar baik? Kabar apaan tuh!”, Tanya Rita penasaran.
“Aku sudah dapat kerjaan”, katanya.
Wajah rita berseri.
“Dimana Mas?”, Tanya Rita ingin tahu.
“Disalah satu perusahaan milik Pak John”, kata Herman sambil menoleh ke Pak John.
Pria yang dimaksud malah sedang asik menatapi papan catur. Sepertinya lagi berfikir berat mengatur langkah-langkah pionnya.
“Aduh Pak, terima kasih ya. Bapak sudah banyak membantu keluarga kami”, ujar Rita dengan suara lembut tapi merdu.
“Santai aja Rit, tak usah bersikap terlalu formal. Lagian kita disini sudah seperti keluarga sendiri”, ujar Pak John.
Tatapan Rita sangat sayu dan lembut kepada Pak John. Tatapan mata yang mengandung rasa terima kasih yang tak terhingga dan rasa hutang budi. Sungguh mulia hati pria ini.
“Tapi…tapi… bagaimana dengan kondisimu ini mas”, berkata begitu Rita kemudian memegang korsi roda yang diduduki suaminya. Herman maklum dan dapat membaca pikiran istrinya.
“Hehehe…! Rita…Rita. Sekarang kan zaman sudah maju. Saat ini orang bisa kerja dari rumah tanpa harus ke kantor”, berkata begitu Herman kemudian menepuk-nepuk tas hitam yang ada disampingnya dan mengeluarkan isinya. Ternyata sebuah laptop baru. Melihat merknya harganya pasti mahal.
“Laptop? Siapa punya Mas?”, Tanya Rita.
“Laptop ini milik Pak John. Aku dikasi untuk membuat dokumen, membuat proposal, membalas surat-surat masuk rekan bisnis Pak John dan mengrimnya lewat Email”, kata Herman dengan wajah ber seri-seri.
Rita memeluk bahu suaminya. Tapi matanya menatap Pak John. Pak John yang sempat melirik Rita, dadanya agak bergetar. Pandangan yang mengandung misteri mendalam. Ada nuansa terima kasih dan …ada kemesraan. Cepat-cepat dikendalikannya perasaan itu dengan pura-pura mengajak Herman melanjutkan permainan caturnya.
“Mas, Pak, saya permisi dulu. Mau ganti pakaian”, kata Rita.
“Ya Rit!”, kata suaminya.
“Silahkan”, kata Pak John. Saat matanya melirik, kembali dia melihat sepasang mata indah yang penuh misteri. Mereka salin pandang sejenak lalu mata indah itu hilang dibalik kain gorden pintu kamar.
Pak John menyembunyikan seulas senyum. Hatinya berbunga-bunga.
Sementara itu dikamarnya, Rita merebahkan dirinya sambil merenung. Ah lagi-lagi dia yang menyelamatkan keluarga kami. Sudah berkali-kali itu dilakukan sejak Mas Herman masuk rumah sakit.
Tuhan, terima kasih. Kamu telah mengulurkan tanganmu lewat seorang lelaki budiman bernama Pak John Hera. Kursi roda yang dipakai suaminya juga pemberian Pak John. Dan sekarang diberi pekerjaan lagi beserta laptop.
Ya, hanya pak John yang peduli pada kami. Lainnya tidak ada. Termasuk perusuhan dimana Mas Herman kerja. Malah mereka memecatnya dengan alas an sudah tidak produktif dan cacat. Memang diberi pesangon, tapi jumlahnya sangat kecil. Padahal saat Mas Herman kecelakaan, ia sedang menjalankan tugas kantor. Tapi sedikitpun tidak ada perhatian. Mas Herman tak mau memperpanjang urusan ini.
“Sudah Rit, kita sedang banyak masalah. Tak usah menambah beban lagi menuntut hak kita pada perusahaan itu. Percayalah, tuhan akan selalu memberi umatnya yang taat jalan terbaik”, hanya itu yang bias disampaikan Herman kepadanya.
Dan sekarang, Tuhan telah menunjukkan jalan terbaiknya bagi meraka dengan memberikan pekerjaan pada suaminya. Hm, Mas herman benar.
“He Rit, sedang apa kamu di kamar? Kok lama sekali ganti pakaian”, teriak Mas Hrman dari ruang tamu.
Rita kaget, lamunannya buyar.
“Ya Mas ini sudah mau selesai”, ujarnya. Padahal dia masih pakai seragam kantornya. Dengan buru-buru digantinya pakaiannya.
“Rit sini. Ni ada sate dan gule kambing dari Pak John. Kamu mau ga?”, Tanya suaminya.
“Sate kambing? Mau dong”, Rita keluar kamar dan suaminya menyodorkan bungkusan tas kresek berisi sate dan gule kambing.
“Ini untuk kamu sendiri, aku dan Pak John sudah duluan tadi”, ujar suaminya.
“Wah, terima kasih Pak”, kata Rita pada Pak John. Pak John mengangangkat mukanya dan…dua mata saling pandang. Mata Rita yang indah itu agak sayu menatap mata Pak John. Pandangan mata yang mengandung misteri membuat darah Pak John bergejolak.
“Sama-sama Rit”, kata Pak John sambil mengedipkan matanya. Rita menundukkan matanya dan seulas senyum malu-malu menghias bibir indahnya lalu dia balikan tubuhnya menuju dapur untuk menyantap makan itu.
Sebenarnya sate dan gule kambing itu adalah makanan pembangkit libido atau gairah sex. Daging yang dipakai adalah daging kambing pejantan asli. Sate itu tidak hanya dagingnya saja, juga dicampur dengan buah zakar pejantan kambing itu. Dan dibakar setengah matang. Bumbunya dibubuhi banyak bubuk merica putih. Bubuk Merica ini juga jenis pala wija yang dapat membangkitkan gairah birahi.
Ini adalah kelanjutan strategi jangka panjang yang dimaksud Pak John. Beberapa proses menuju kesana sudah dilakukan. Menanam budi, menanam kepercayaan. Pijitan pembangkit gairah, sekarang lewat makanan pembangkit nafsu birahi. Bahkan proses melalui tindakan fisik pun sudah dilakukan dan hasilnya sudah mendekati final. Misalnya ketika dulu dirumah sakit saat Herman operasi. Dia sudah dapat memeluk tubuhnya. Mengelitik telinya dengan kumis, bahkan pijitan-pijitan yang hanya akal-akalannya itu, 99 persen sudah menjelang persetubuhan yang sebenarnya. Tapi Pak John sengaja mempermainkan perasaan Rita. Tarik dan ulur. Ketika mendekati puncak nafsu, sengaja ia akhiri. Kejadian terakhir sekitar 3 minggu yang lalu waktu di belakang rumah misalnya, saat mana Rita sudah pasrah dan bibirnya sudah terbuka untuk menyabut bibir tebal Pak John dalam satu kecupan, tapi saat itu sengaja ia alihkan ke kening. Hal-hal seperti itu nampaknya sepele namun tanpa disadari oleh Rita, ia sudah terseret dalam permainan ini. Kini tingga memetik hasilnya. Pandangan matanya yang sayu tadi, ia tahu apa artinya. Yess! Tanpa sadar ia memukul kedua telapak tangannya Plak! Membuat Herman kaget.
“Ada apa Pak?”, Tanya Herman.
“Ah, aku kok salah langkah dik, pantas aku kalah!”, kata Pak John mengomentari kekalahannya baru san. Herman hanya tersenyum. Padahal bukan itu soalnya, tapi Pak John pandai sekali membelokkan persoalannya.
Malam itu sepi sekali di rumah Pak John. Jam di dinding kamar Herman menujukan jarum ke angka 10.
Herman sudah tidur sejak tadi. Tidurnya nyenyak sekali. Semenjak ia menderita cacat, Herman tidurnya selalu lebih dini. Dan tidurnya selalu nyenyak.
Tidak demikian halnya dengan sang istri. Mata Rita belum juga bisa dipejamkan. Tubuhnya bergulingan ke kanan dan kekiri. Badannya agak panas dan gerah. Itulah reaksi sate dan gule kambing pemberian Pak John. Apalagi sudah beberapa bulan dia tidak pernah dapat jatah biologis dari suaminya. Ditambah lagi pengalaman-pengalaman tadi di kantor. Guyonan-guyonan ngeres temannya, perbuatan Pak Hendro dan Yeni dan depan toilet kantor. Dan ….film blue yang disaksikan di rumah Yeni tadi. Semua peristiwa tadi ikut mengompori gairah birahinya.
Tubuhnya yang indah dan mulus itu menggeliat-geliat ke kiri dan kekanan. Kedua pahanya lagi ditekuk, lagi diluruskan. Kadangkala pahanya dikangkangkan. Akhirnya dia bangun dari tempat tidurnya. Dibukanya pintu kamarnya, dia menuju kamar tamu. Di kamar tamu dia duduk dalam kegelapan. Sementara dihalaman rumah cahaya bulan menimpa tetamanan. Rita tertarik untuk keluar ke halaman. Dia bangkit dari tempat duduknya lalu dibukanya pintu rumahnya dan kini dia sudah berdiri di halaman.
Ditatapnya bunga-bunga dan tananam hias. Kemudian dialihkan matanya k ke angkasa. Disana bulan mengantung bulat penuh. Dan langit malam itu sangatlah bersih. Selagi asik memandang angkasa, tiba-tiba….,
“Ssst ! Rit…, Rita ! Sini !”, terdenga ada yang memanggilnya.
Ketika dia menoleh ke arah samping, dilahatnya Pak John berdiri di depah pintu ruangan tamunya. Tubuhnya tinggi besar bagai raksasa. Tubuh berkulit hitam itu hampi memenuhi kusen pintu itu.
Rita mendekat dan Pak John mempersilahkan Rita masuk di ruang tamunya. Mereka duduk di sopa panjang berdampingan.
“Pak, terima kasih ya. Bapak sudah banyak membantu keluarga kami. Dari sejak Mas Herman kecelakaan sampai memberikan pekerjaan”, ujar Rita lembut.
“Ah, Pak tak terlalu memikirkan itu. Tidak usah berterimakasih. Sebagai manusia, kita kan harus saling Bantu” kata Pak John kalem.
“Entah bagaimana cara saya membalas budi Bapak”, tambah Rita.
“Rita, Pak tak memikirkan segala hutang budi. Yang lagi Pak pikirkan justru kamu. Mengapa akhir-akhir ini wajahmu selalu murung? Ada apa? Siapa tahu pak dapat membantu”, kata Pak John.
Ada sedu sedan yang timbul di dada Rita, nafasnya naik turun. Sungguh terharu hatinya. Lelaki ini, bukannya memikirkan diri sendiri aja eh malah memperhatikan aku, bisiknya. Mendapat perhatian seperti itu, air matanya meleleh disertai sesenggukan, Rita menubruk tubuh Pak John. Pak John memeluk tubuh sang bidadari, “Eh…, eh…, ini kok malah nagis?”
Tubuh itu didorong, “Tunggu sebentar, aku mau ngambil air dulu”.
Kemudian Pak John berdiri dan menuju dapur. Tak lama dia sudah kembali membawa 2 gelas air putih. Segelas disodorkan pada Rita, “Nih minum dulu, biar hatimu tenang”.
Rita mengambil gelas air itu lalu diteguknya sedikit. Perlakuan Pak John ini membuat Rita makin terharu. Setelah menaruh gelas diatas meja, tubuhnya kembali direbahkan ke dada Pak John yang bidang dan berbulu.
Pak John menyambut tubuh itu. Dipegangnya ubun-ubun kepalanya. Hidungnya yang besar itu menciumi rambut Rita. Hmm, harum sekali. Rambut yang digelung itu diciuminya. Kemudian tangannya membelai-belai rambut itu. Sinar lampu Kamar tamu Pak John remang-remang sehingga terkesan romantis.
Pelan-pelan hidung yang besar itu digesek-gesekan kedaun telinga wanita cantik itu. Telinga yang bentuknya sangat indah, putih dan bersih. Kumis itu mengelitik-mengelitik lubang telinga. Terdengar rintihan bercampura desahan dari mulut Rita. Rita merasa tubuhnya seperti tersengat setrum ribuan wat ketika kupingnya digelitik.
Kuping adalah salah satu bagian terpeka di tubuh wanita. Gelitikan di kuping ini bisa membangkitkan birahi.
“Ooohh…, ssssshhhhh!”, desisnya ketika bibir tebal itu mencucup belakang telinga. Tubuhnya semakin kejang ketika lidah kasar Pak John menjilati leher kiri dekat pipinya. Matanya dipejamkan. Sebenarnya ada rasa malu, tapi rasa malunya dikalahkan oleh gairah birahi yang mulai menggelegak bergejolak. Sudah lama dia tak merasakan seperti ini. Bahkan tak pernah seperti yang dilakukan Pak John ini. Gairah birahi Rita yang lama tak tersalurkan karena suaminya sudah tidak mampu memberinya, kini pelan-pelan bangkit dan mendapat penyaluran.
Bahkan sebelum suaminya menderita impotent, kalau bercinta tak pakai seperti ini. Berciuman bibir, kemudian buka pakaian lalu langsung main. Paling lama hanya dibawah 10 menit. Setelah melepas syahwatnya, Mas Herman langsung tidur membelakanginya. Itu aja. Ia tak pernah tau apa itu orgasme wanita yang sering dibicarakan teman-temannya di kantor.
Dia tidak tau apa itu foreplay atau pemanasan menjelang berhubungan badan. Tapi kali ini, sungguh lain. Pak John sungguh lelaki jantan. Dia sangat pandai memuaskan wanita. Setiap wanita yang ditiduri pasti dibuat ketagihan.
Rita pun demikian. Belum pernah dia merasakan seperti saat ini. Dia rasakan tubuhnya seperti terbang ke langit ketujuh. Diluar sadarnya, mulutnya merintih, mendesis bagai orang yang kepedasan makan cabai, terkadang ada jeritan erotis.
Pak John mengangkat tubuh Rita lalu dipangkunya. Bibirnya yang tebal berwarna hitam kelabu itu kemudian mencucup tengkuk Rita yang putuh mulu dengan dihiasi bulu-bulu halus pendek. Diisap dijilat, disedot sehingga desahan Rita semakin keras. Wajahnya didongakkan ke atas. Kepalanya menggeleng ke kiri dan ke kanan.
Rita hanya mengenakan daster saja. Sambil menjilati bagian tengkeuk dan leher, kedua jemari tangan Pak John yang besar-besar dan hitam itu meremasi payudara Rita. Onggokan Daging kembar itu pas memenuhi kedua telapak tangannya. Diremas, diperas, putingnya digeliti dengan ujung jari dan dipelintir.
Tubuh Rita mengelinjang ke kiri-kekanan, terlonjak-lonjak. Pak John mendekap erat tubuh wanita cantik itu. Tangannya yang kanan diturunkan dari buah dada kemudian meraba-raba dengkul terus ke atas membelai-belai paha yang mulus itu.
Pinggul Rita yang indah itu bergerak ke kiri dan kekanan. Terkadang memutar-mutar. Ini dilakukan bukan karena dia wanita yang mahir bercinta, tetapi sebagai reaksi alami tubuh yang kegelian bercampur nikmat. Apa lagi kini tubuhnya dipangku, bagian belahan antara bukit pinggul kiri dan kanan disela-sela area sensitifnya ia rasakan ada benda bulat panjang seperti tongkat menyodok-nyodoknya. Membuat tubuhnya semakin terlonjak-lojak.
Tubuhnya terasa melayang. Kali ini melayang beneran. Ketika mata yang setengah terpejam itu dibuka, ternyata tubuhnya sudah di pondong oleh Pak John.
Pak John memondong tubuh Rita dan berjalan menuju kamarnya. Didorongnya pintu kamar dengan lututnya. Dengan pelan-pelan tubuh Rita direbahkan diatas kasur dengan sprei berwarna merah muda dihiasi motif bunga-bunga.
Kini tubuh wanita cantik itu rebah pasrah. Rita memalingkan wajahnya kesebelah kiri. Gerakan ini sangat indah bagi Pak John. Sama indahnya ketika menutupkan pahanya saat pertama kali berkenalan di ruan tamunya.
Pak John kemudian naik ranjang. Dibekapnya tubuh Rita, bibir yang hitam tebal itu kemudian menyosor bibir Rita. Dan…..Cuuuuup! mmmmhhh! Ngggggghhhh! Dua bibir yang sangat kontras bertemu dalam suatu kecupan kemudian saling hisap. Yang satu tebal hitam, dan yang satunya berbentuk indah, segar agak basah dan berwarna merah muda.
Lidah Pak John yang panjang besar dan kasar itu menyelusup ke dalam mulut Rita dan melilit lidah Rita. Mau tidak mau rita terbawa oleh permainan ini sehingga lidah mereka kini saling belit dan saling gelitik.
Dibagian bawah, jari jemari Pak John meraba-raba pahanya yang mulus. Kebawah keatas mendekati selangkangan. Rabaan ini membuat Rita mengangkat-angkat pinggulnya. Ada kegelian dan kegatalan di selangkangannya itu. Geli gatal yang berujung kenikmatan tiada tara. Puncaknya ada rasa pingin pipis. Dirasakan seperti ada cairan yang merembes dalam vaginanya.
Setelah puas mengadu bibir, Pak John menggeser bibirnya. Kini leher yang jenjang putih mulus dan indah itu yang jadi sasaran. Dijilatinya leher itu dan disedotnya keringat itu sruuuutttt! Dan ditelannya keringat itu bagai menelan air. Hmmm, sedaaap bisiknya.
“Sssshhhh….sssshhh..aaahhh..Pak, Jangan dicupang ya”, disela-sela birahinyai yang menggelora, Rita masih sempat memberitahu Pak John. Kalau ada cupangan di lehernya, suaminya pasti curiga. Dan dikantor ia akan jadi bahan guyon dan ledekan temannya.
“Tidak sayang, tapi kalau ditempat yang tersembunyi boleh tidak?”, goda Pak John membuat Rita malu dan wajahnya bersemu merah. Melihat ini Pak John jadi gemas. Dengan bibir yang berkumis lebat itu disruduknya pangkal leher dekat dagu Rita sehingga Rita agak terpekik geli sambil mengelinjang-gelingan. Bersamaan dengan itu, ia rasakan ada yang ngecret di lubang vaginanya disertai tubuhnya mengejang.
Hmm., pasti dia sudah keluar batin Pak John. Untuk membuktikannya, telunjuk kanannya diselipkan keselangkangan Rita di permukaan celana dalamnya. Dan…CD itu basah. Hm, benar dugaanku. Mulutnya pun menyeringai. Pertanda kemengan. Beberapa lelaki selalu bangga jika mampu membuat pasangannya orgasme. Ia akan merasa jantan. Dan Pak John memang lelaki jantan sejati. Baru foreplay saja, sudah 2 kali Rita dibuat orgasme. Pertama, ketika mereka melakukan pemanasan di kamar tamu. Dan kedua, baru saja terjadi.
Pak John membuka daster Rita. Diloskan tali daster yang menggantung di pundak kiri kanannya. Kemudian ditariknya ke bawah. Rita mengangkat sedikit tubuhnya untuk memudahkan Pak John membuka dasternya. Pak John tersenyum melihat ini. Hm, dia sudah sangat bernafsu rupanya bisik pak John. Ya, Rita sudah dikuasai nafsu birahinya yang secara bertahap dibangkikan oleh Pak John. Bahkan sejak jauh hari proses pembangkitan ini sudah dilakukan secara bertahap. Saat ini adalah saat puncakya untuk eniindaklanjuti proses yang sangat panjang itu.
Wow, bisik Pak John terpesona. Meskipun tubuh Rita belum sepenuhnya telanjang bulat, karena masih menyisakan bra dan CD (Celana Dalam) ditubuhnya. Bra itu berwarna putih membungkus dua buah gundukan yang tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil (proporsional). Sementara CDnya berwarna merah muda. Disela-sela CD tepanya bagian belahan pepek Rita terlihat noda basah. Itu adalah cairan lendir yang keluar dari vaginanya hasil dari 2 kali orgasme pada fase foreplay ini.
Pak John kemudian membungkukkan tubuhnya untuk membuka bra yang menutupi sepasang “gunung kembar” tersebut. Dan byar mata Pak John semakin melotot begitu bra Rita berhasil di buka.
Dua gundukan daging itu bentuknya sangat indah. Meski tubuh Rita Rebah tapi “gunung kembar” itu berdiri dengan puting yang menegang mengacung keatas seolah-olah menantang minta dikecup. Ya, payudara dan putting yang menandakan pemiliknya sedang dilanda nafsu birahi yang sangat dahsyat.
Pak John membuka T-Shirtnya. Kini bagian badannya terbuka. Dadanya kokoh bidang berwarna hitam dengan ditumbuhi bulu lebat keriting. Dada yang kokoh dari lelaki yang betul-betul kuat dan jantan. Otot-otot dadanya semakin mengesankan kejantannya.
Kemudian kepala yang cepak dan ditumbuhi rembut keriting pendek itu menunduk. Bibir tebal hitam kebiruan itu terbuka dan mengarah ke putting susu sebelah kiri dan cuuuup! Bibir itu mencucup putting itu, mengisap dan kadang-kadang diselingi gigitan kecil. Bahu Rita bergoyang-goyang sebagai rekasi geli atas perbuatan Pak John. Bahkan dadanya agak dibusungkan dan kedua tangannya menekan-nekan kepala Pak John. Sementara dada kanannya diremas-remas oleh jari-jemari Pak John yang besa-besar dan hitam itu. Diselingi oleh telapak tangannya yang menggosok-gosok ke atas, kebawah, kesamping kiri dan kanan serta memutar.
Desisan, desahan, rintihan yang begitu erotis keluar dari bibir Rita yang indah itu pertanda nafsu birahi yang kian menggelora.
“Oooh…, aaahhhhh! Sssshhhh! Terus Pak…terus!”, igaunya tanpa sadar. Ya, nafsu yang meledak-ledak menyebakan seorang gadis cantik alim dan pemalu seperti Rita pun keceplosan mengucapkan kata-kata seperti itu. Ucapan yang keluar dari pikiran alam bawah sadarnya. Kalau dalam keadaan normal, tentu tak sudi kata-kata seperti itu dia lontarkan. Sungguh hebat Pak John, ia begitu hebat dan sukses berhasil membangkitkan birahi wanita cantik itu sehingga menjadi jalang.
Ya, Rita menjadi jalang. Tapi pengertian jalang ini hanya sebatas diatas ranjang ini saja. Itupun khusus hanya diperuntukkan kepada Pak John yang begitu banyak berjasa kepada dia dan keluarganya.
Setelah puas mengekspolitasi kedua buah dada itu, mata Pak John melirik ke ketiak Rita. Ya, ketiak yang selama ini selalu dia intip-intip secara diam-diam apabila Rita memakai daster atau pakaian longgar lainnya. Kini saatnya semua khayalan yang selalu memenuhi benakknya harus diwujudkan. Diangkanya kedua lengan Rita ke atas sehingga ketiak yang indah bersih dan mulus itu menganga. Rita tidak mengerti apa yang dimaui oleh Pak John. Sungguh merangsang sekali ketiak itu. Rita terpekik-pekik geli diselingi kikikan tertahan saat lidah Pak John yang panjang dan kasar itu menjilat-jilat ketiaknya.
“Auuuw! Hkk…hhhh…iiihhhh! Hi hik, aduh geli Pak!”, jerit Rita sambil mengeleng-gelengkan kepalanya kekiri dan kekanan. Selain menjilat dan mengisap, kumis itu juga menyapu-nyapu ketiaknya. Tentu saja geli luar biasa sampai Rita mengelinjang-gelinjang. Hmmm, sedaaap bisik Pak John. Satu lagi obsesinya terwujud. Masih banyak lagi rencananya.
Puas menggelitiki ketiak Rita dengan bibir dan kumisnya yang lebat itu, kini pak John mengarahkan kepalanya ke perut Rita yang putih mulus itu. Disapukan bibirnya dengan kumis tebalnya kepermukaan perut itu. Diselingi jilatan, isapan dan srudukkan. Kembali Rita dibuat menggelinjang-gelinjang kegelian. Bibir itu kian kebawah. Pada lubang pusar, lidah yang besar panjang dan kasar itu mengais-ngais lubang pusarnya sehingga kembali membuat pemiliknya mengelinjang-gelinjang. Pinggangnya bergerak kekiri-kekanan bahkan terangkat keatas. Kedua telapak tangan Rita memegang kepala Pak John yang cepak mengikilat itu.
Bibir itu menyusur lebih kebawah dan ke bawah lagi dan…Rita mengangkangkan pahanya sambil mengangkat pinggulnya. Dia menunggu sesuatu yang dia yakini berefek dahsyat. Ada kedutan-kedutan di dalam lubang vaginaya. Ada kegatalan dan pengharapan kegatalan yang belum tertuntaskan semejak “pijitan Thailand” yang dilakukan Pak John dulu. Rita harapkan dituntaskan sekarang “pekerjaan” Pak John yang mengiming-imingi itu sehingga pantatnya dia angkat sebagai pertanda ketidaksabaran yang sudah lama tak tertuntaskan itu. Tapi…., itu tak terwujud.
Ketika ia buka matanya untuk mengetahui mengapa tindakan itu belum juga terjadi. Ia merasa kecele. Wajahnya merah karena malu, tapi rasa maulu itu cepat hilang ditutupi gairah nafsu yang menggebu.
Ah pandainya Pak John mempermainan perasaan Rita sehingga rasa penasaran untuk menuju puncak ketuntasan kembali tertunda.
Dia lihat justru Pak John malah merosotkan tubuhnya kebawah. Rita merasakan telapak kakinya dipegang. Hm, ini dia lagi bagian tubuh Rita yang sering di intip Pak John saat wajahnya menunduk ketika Rita menyajikan minuman di Ruang tamunya. Telapak kaki yang bersih dan mulus. Warnanya agak kemerah-merahan. Dengan gemas Pak John menyosolkan bibirnya ketelapak kakinya. Lidahnya menjilat-jilat telapak kaki itu dengan rakusnya. Ini yang membuat gemas aku selama ini, bisik Pak John dalam hatinya. Satu lagi keinginannya terwujud. Rita mringis-ringis dibuatnya. Bibir bawahnya digigit-gigitnya sendiri. Ini bukan karena sakit, tapi menahan kegelian dan rangsangan yang berkali-kali dilakukan Pak John ke hampir semua bagian tubuhnya sebelum sampai pada bagian klimaksnya.
Memang Pak John adalah lelaki yang pandai memparmainkan perasaan Rita. Secara bertahap dan terencana rapi semakin hari semakin meningkat grafiknya menuju puncak birahi tertinggi. Bibir itu pindah dari telapak kaki kanan ke telapak kaki yang kiri.
Kemudian bibir tebal itu melanjutkan tugasnya. Kini cucupan dan jilatannya kian ke atas. Kini sudah sampai di betis. Hm, betis yang sungguh indah. Bentuknya bagaikan buliran padi. Kulitnya putih bersih sedikitpun tidak ada goresan. Sungguh mulus sekali dan bercahaya. Mungkin ini betis dan paha ala Ken Dedes seorang primadona kerajaan jaman dahulu kala.
Dengan gemasnya. Kedua kaki kiri dan kanan itu dijilati, diisap digigit dengan penuh nafsu. Bibir itu terus menyusur ke atas, ke atas dan kini sampai dipaha. Disini pun bibir itu melakukan eksploitasi yang habis-habisan.
Ah, kini saatnya tak mungkin tertunda lagi, bisik Rita. Pinggulnya bergoyang-goyang, berputar-putar bagai pinggul Inul saat goyang ngebor.
Namun kembali berhenti dan tertunda.
Ketika Rita membuka matanya yang indah itu, dia lihat Pak John membuka celana pendeknya dan sekalian celana dalamnya.
“Iiih !”, mulutnya menjerit tertahan ketika melihat sebuah benda panjang berwarna hitam mengacung disela-sela selangkangan Pak John. Rita menoleh kekiri sambil menutup matanya.
Benda yang membuat Rita menjerit itu adalah “Rudal” milik Pak John. Pantas Rita menjerit. Seumur umur, baru kali ini ia melihat “Rudal” sebesar itu. Milik suaminya sangat kecil. Paling maksimal sebesar ibu jari Pak John yang besar itu. Itu pun kalau ereksi. Kini malah “burung” suaminya sudah tidak dapat terbang lagi.
Setelah telanjang bulat, Pak John kembali naik ranjang. Ia bersimpuh di antara selangkangan Rita yang sudah dikangkangkannya. Paha kiri dan kanannya diletakkan dipinggangnya. Kemudian Pak John menarik CD Rita yang sudah basah itu. Dan plong! Untuk kesekian kalinya mata Pak John dibuat melotot. Pepek Rita begitu indah bentuknya. Begitu mulus putih bersih. Bulunya tidak terlalu lebat. Bagian tengahnya belah dan warnanya agak kemerahan dan basah.
Dengan kedua ujung jari telunjukknya, belahan pepek itu dikuakkan. Waw, desis Pak John. Sungguh mulus dan indah sekali. Labia mayoranya merah muda dan halus. Lubang vaginanya sangat rapi dan dari lubang itu keluar cairan bening. Dibagian atas pada pertemuan ujung labia mayoranya terjepit benda keci sebesar kacang kedele berwarna merah. Itulah kelentit atau klitoris, benda yang paling sensitif selain G-Spot pada pepek seorang perempuan.
Setelah mengangakan pepek itu, wajahnya di dekatkan. Kemudian lidahnya yang besar panjang dan kasar itu menjilat belahan itu. Dan…duuuttt! Badan Rita mengejang sebagai reaksi dari sentuhan tersebut. Ah, inilah saatnya bisik dalam hati Rita diantara desisan bibirnya. Pantatnya diangkat menyodorkan “kue apem”nya agar lebih cepat tercapai harapannya akan ketuntasan yang sudah lama tertunda.
Kini bibir tebal Pak John bertemu dengan “bibir” bawahnya Rita. Ciplak! Ciplak! Ciplak! Terdengar bunyi seperti kaki yang menginjak tempat becek. Bunyi lidah Pak John yang menjilati belahan pepek Rita yang sangat becek.
Kepala Pak John bergerak-gerak naik turun diselangkangan Rita. Kepala itu di jepit oleh kedua paha Rita. Kedua telapak tangan Rita memegang kepala itu sambil jari-jemarinya meremasi kepala itu.
Pinggul Rita tak henti-hentinya bergoyang mengimbangi kepala Pak John. Kepala Rita bergoyang ke kiri dan ke kanan membuat rabutnya awut-awutan. Matanya terpejam-pejam dan mulutnya yang indah itu agak terbuka. Ada desahan, rintihan dan lenguhan serta sekali-kali diselingi dengan jeritan keluar dari mulut itu.
Sungguh pemandangan yang sangat kontras (beautiful and the beast). Yang perempuan cantik jelita dengan bentuk tubuh yang sangat indah serta kulit putih mulus. Sedangkan yang lelaki bertubuh tinggi besar hitam kekar berotot dan bagian dada, perut. lengan serta kaki berbulu lebat keriting. Justru pemandangan ini menimbulkan keerotisan.
Pepek Rita kalau diibaratkan kue adalah kue donat. Dan lidah Pak John bagai menjilat donat. Pinggiran “donat”nya rita dicucup, diisap, dijilat bagian tepinya melingkar. Sekali-sekali ujung lidahnya masuk kedalam lubang donat.
Ketika ujung lidah Pak John mengutik-utik bagian klentitnya, terdengar jeritan tertahan dari mulut Rita disertai tubuhnya yang mengejang dengan gerakan pinggang yang melenting ke atas. Ia rasakan ada sesuatu yang keluar pada lubang vagina.sesuatu yang cair menyemprot deras keluar.
Pak John juga merasakan ini. Bibir dan kumisnya yang terbenam itu disemprot cairan bening dari lorong vagina Rita. Hhm, dia kembali orgasme batin Pak John. Setelah orgasme itu, badan Rita terasa lemah.
Pak John yang sudah memiliki “jam terbang” yang tinggi dalam meniduri wanita itu tahu ini. Maka dia pun menghentikan sementara kegiatannya. Ia pandangi tubuh Rita yang tergolek di kasur. Oh, cantik sekali kamu bisiknya. Ia puas-puaskan memandangnya. Ia menarik nafas panjang. Bangga sekali ia karena semua obsesinya yang hanya menjadi khayalan selama ini kini terwujud. Sungguh ini bukan mimipi tapi kejadian nyata.
Dulu ia hanya mengintip-intip memandangi bagian-bagian tertentu tubuh Rita. Kina tak usah lagi karena sudah terpampang di depan mata. Dulu, untuk melengkapi khayalannya dia terpaksa mengabil CD Rita yang belum dicuci. Kemudian CD itu di endus-undusnya, diciumnya, dijilatnya bahkan dikocokkan ke “rudal”nya sambil membayangkan bentuk benda yang dibungkus CD tsb. Tapi kini tak perlu itu lagi karena bibirnya sudah langsung merasakan “isi”nya.
Membayangi itu semua, kontolnya yang panjang itu kembali kaku. Kontol yang besar untuk ukuran Indonesia. Panjangnya 18,5 cm, diamiternya saja selingkaran lengan bayi. Warnanya kehitamnya dengan dihiasi urat-urat besar yang melingkari sepanjang batangnya.
Ditariknya pinggang Rita mendekat. Rita merengek manja. Oh, inilah pertarungan sesungguhnya. Pertarungan pamuncaknya batin Rita dalam hati dengan jantung berdebar-debar.
Pak John mengarahkan ujung kontolnya yang botak berwarna merah tua itu. Ujung kontol itu membelah bibir vagina Rita. Pepek Rita sebenarnya kecil dan lubangnya sempit jika dibandingkan denga kontol Pak John. Ujung kontol itu menusuk berusha masuk.
“Ooohh! Sssshhhhh….Pak, pelan-pelan….sa…sakit!”, desah Rita.
‘Tenang sayang. Jangan khawatir. Pak pelan-pelan kok”, hibur Pak John.
Untungnya lubang vagina Rita masih banyak lendirnya sehingga sedikit demi sedikit ujung kontol itu terpleset lincin masuk kedalam. Untung juga Pak John adalah lelaki yang banyak pengalaman dalam membedah lubang vagina wanita sehingga Rita tidak terlalu tersiksa.
Keringat kedua penjinah itu sudah banyak mengucur dan….aaahhhhhh! diselingi jeritan Rita, benda tunpul itu akhirnya berhasil amblas! Benda itu hanya mampu amblas tiga perempatatnya saja karena ujungnya sudah mentok.
Pak John diam sejenak, kemudian dengan memegang pinggang Rita, Pak John mulai menggerakkan pinggangnya maju mundur. Perlahan-lahan Batang itu masuk kemudian ditarik lagi keluar. Ketika masuk, labia mayoranya ikut terdorong kedalam. Begitu pula ketika batang itu keluar, labia mayora tertarik keluar.
Awalnya pelan-pelan, semakin lama gerakan pinggang Pak John semakin cepat dan cepat. Diimbangi oleh gerakan pinggul Rita yang memutar-mutar bagai biduanita dangdut yang konser di panggung.
Kamar itu dipenuhi oleh suara-suara desahan, rintihan, rengekan bahkan sekali-sekali pekikan panjang dari mulut Rita. Hanya sesekali terdengar geraman Pak John. Selama aktivitas tersebut, jari-jemari Pak John tak henti-hentinya meremasi kedua buah dada Rita. Terkadang putingnya diplintir, dipijit, ditarik juga di isap dijilat dan digigit. Tentu perlakuan Pak John ini semakin mengobarkan gairah birahinya Rita.
Seumur hidup, baru kali inilah dia betul-betul merakan kenikmatan bersenggama sesungguhnya. Inikah yang dimaksud surga dunia oleh teman-temannya di kantor? Sungguh nikmat tiada tara. Terutama sekali dibagian vaginanya. Ia rasakan dinding vaginanya dikoroti “tongkat”. “Tongkat” yang permukaan batangnya tidak rata dan berelief. Justru disinilah letak rasa nikmat yang ditibulkannya.
Permukan yang berurat itu mengelitiki sudut-sudut dinding vaginanya yang sensitive sehingga menimbulkan geli-geli nikmat. Memang pada awalnya ada rasa sakit, tapi selanjutnya muncul rasa gatal diselungi rasa geli tapi ujung-ujungnya semua menuju rasa nikmat yang luar biasa. Rasa geli-geli nikmat itu membuat otot-otot dinding vaginya bereaksi mencengkram batang kontol Pak John sehingga lubang vagina itu terasa peret dan rapet.
Pak John juga merasakan hal yang sama. Seumur hidup, baru kali ini dia merasakan pepek wanita yang begitu seret dan rapet (padahal Rita belum pernah minum jamu sari rapet). Vagina itu begitu lembut bagaikan pudding atau agar-agar. Tapi juga agak panas dan hangat. Juga ada becek-beceknya.
Yang semakin membuatnya terayun-ayun terbang adalah kemotan vagina Rita pada batang kelaminnya. Lubang itu serasa meremas-remas, memijit-mijit dan mengurut-urut sepanjang batang kelaminnya. Sungguh nikmat luar biasa.
Berbagai posisi mereka coba. Gaya nungging, gaya berkuda (Rita diatas Pak John terlentang dibawah tubuhnya), gaya rebah miring, bahkan sampai gaya gendong (tubuh Rita didepan dengan lengan menggelayut dan kedua paha melingkar/menjepit pinggang Pak John. Sedangkan Pak John berdiri sambil mengoyangkan pinggangnya maju mundur.
Dalam permainan ini, sudah 3 kali Rita orgasme sedangkan Pak John belum apa-apa. Sungguh kuat sekali Pak John padahal usianya sudah 48 tahun. Padahal dia tak pernah minum obat kuat.
Setelah mencoba berbagai gaya, Pak John menurunkan dan merebahkan kembali tubuh Rita di kasur. Tapi kelamin meraka masih melekat satu dengan lainnya. Setelah merebahkan tubuh Rita dengan kembali menggunakan gaya klasik, Pak John melanjutkan genjotannya menuntaskan tugasnya.
Setelah dirasakan cukup, gerakannya dipercepat lagi dan tak lama kemudian Pak John merasakan bagian saluran kencingnya mengembang dan kontolnya menegang. Inilah saatnya melepaskan syahwatnya. Punggunnya melengkung dan nafasnya kian memburu. Dan….creeet ! creeetttt! Creeettt! Serrrrr! Ada cairan yang menyemprot dan mengalir lewat saluran kencingnya. Pak John menarik napas panjang lepas dari rasa tegangnya. Kontolnya ber kedut-kedut didalam cengkraman vagina Rita.
Rita juga merasakan yang sama, ia yang malah menyemprotkan cairan birahinya lebih dulu menyiram “topi baja” nya Pak John. Saat mencapai puncak gunung birahinya, Rita berteriak histeris dilanjutkan dengan menggigit bahu Pak John.
Akhirnya gairah birahinya yang tak tersalurkan selama 2 bulan ini dapat terpuaskan. Rita menarik nafas lega. Semua ketegangan akibat nafsu yang terbendung kini sudah lepas. Tubuhnya menjadi sangat lemas, akibat digenjot habis-habis oleh Pak John.
Oh, akhirnya tuntas semua segenap kegatalanya. Malam itu mereka mengulang beberapa kali pertarungan itu. Lebih dari 10 kali Rita mengalami orgasme seningga tubuhnya betul-betul lemas. Inilah sebenarnya malam pertamanya. Malam pertama dan bulan madu yang menggebu-gebu. Ia tuntaskan semua dendam birahinya yang menjadi ganjalannya selama ini.
Kini ia tak perlu lagi merasa iri bila teman-temannya di kantor bicara kehidupan ranjang yang menggebu-gebun diselngi candaan-candaan nakal. Kini wajahnya tak perlu lagi cemberut diantara tawa ngakak temannya. Aku sudah berhasil “MENGEJAR BULAN MADU YANG TERTUNDA”. Gumamnya sambil menatap langit-langit kamar Pak John.
‘Gimana sayang, kamu puas?”, Tanya Pak John yang rebah disampingnya.
Kontan saja wajahnya yang cantik itu bersemu merah. Ia palingkan wajahnya kea rah lain. Ia malu menatap wajah Pak John. Pak John selalu gemas melihat gerakan ini. Kegemasan itu disalurkan dengan mengecup leher Rita dan tangannya yang nakal meremas salah satu payudara Rita sehingga wanita itu menggelinjang. Selanjutnya Pak John memeluk tubuh yang indah itu. Kedua tubuh telanjang itupun berpelukan.
Menjelang pagi kira-kira jam 4, tubuh Rita digoncang-goncang Pak John.
“Sayang, bangun dong. Sana kekamarmu dulu. Ntar suamimu bingung mencarimu”, kata Pak John.
Rita pun buru-buru memakai pakiannya. Sebelum meninggalkan kamar Pak John, lelaki itu kembali melumat bibir wanita cantik itu. Kemudian dengan tubuh masih terhuyung-huyung, Rita keluar dari kamar Pak John.
Di kamar, dilihatnya sang suami masih tidur dengan lelapnya. Rita menarik nafas lega. Dengan berjingkat-jingkat ia menuju ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya yang lengket penuh keringat dan ada juga percikan sperma serta cairan vaginanya.
Setelah bersih dang ganti pakian, ia merabahkan tubuhnya disisi sang suami.
Pagi itu Herman heran melihat perubahan istrinya. Wajah Rita tak lagi cemberut apalagi marah-marah seperti beberapa bulan terakhir ini. Bahkan waktu mandi tadi ia dengar Rita menyanyi-nyani. Tapi Herman menjadi sangat senang dengan perubahan ini. Yang penting istrinya bahagia bisik hatinya.
Ketika bersantap pagi, Herman lihat istrinya seperti orang keletihan. Wajahnya begitu pucat seperti kekurangan tidur.
“Rit, kamu sakit ya? Kok wajahmu pucat sekali?”, Tanya Herman lembut. Meski suara suaminya lembut, tak urung membuat Rita kaget dan gugup. Cepat-cepat dia tenangkan hatinya agar si suami tidak curiga karena ia dan Pak John “kerja lembur” tadi malam sampai menjelang pagi.
“Ah. Ngghh.., ga kok Mas. Aku sehat-sehat saja. Ohya Mas sini piringnya biar aku cuci”, kata Rita. Cepat-cepat dia bereskan semua peralatan makannya dan pergi kebagian belakang untuk mencucinya.
Di kantor pun teman-teman Rita heran melihat perubahannya. Kini kalau ada yang guyon nakal, Rita tak lagi cemberut seperti dulu. Bahkan yang mengejutkan, Rita sudah berani mebalas guyonan itu.
“Hmm Rit wajahmu pucat buanget. Jangan-jangan lembur semalam ya”, goda Pak Hendro.
“Ya dong Pak, masa punya suami disuruh nonton aku saja?”, katanya tersenyum dibarengi gerrr tawa teman lainnya.
Tentu saja yang diajak lembur bukanlah suaminya, melainkan….Pak John. Teman-temannya di kantor satu pun tak ada yang tahu kalau suami Rita sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan biologisnya. Hal ini memang sengaja dirahasiakan kepada semua orang kecuali dia, Herrman dan tentu juga Pak John.
Herman sendiri menyanngka hanya diri dan istrinya saja yang tahu hal ini. Ia tak menduga ternyata Pak John juga tahu keadaanya.
Demikianlah, setiap Rita ingin penyaluran kebutuhan biologisnya, maka ia akan mendatangi kamar pak John. Ini ia lakukan hanya malam hari. Pernah juga mereka lakukan siang hari ketika Herman ketiduran. Tapi tentu terburu-buru tak selama dan se seru malam harinya.
Hal ini sudah berlangsung 6 bulan dan belum dicurigai oleh Herman. Rita dan Pak John pandai bersandi wara di depan Herman seolah-olah tidak terjadi hubungan gelap diantara meraka.
Apalagi gaji Herman kini sudah dinaikkan secara drastis oleh Pak John. Makin jauhlah kecurigaan Herman kalau-kalau sudah terjadi yang tidak beres dirumahnya. Memang harta kadang kala bisa membutakan kewaspadaan manusia termasuk juga herman.
Bahkan Pak John malah mengangkat Herman menjadi saudara angkatnya. Maka sirnalah semua pikiran negative terhadap Pak John. Tak jarang juga Pak John mengantar Rita belanja kebutuahn se hari-hari ke pasar maupun ke swalayan. Bahkan bila belanjanya agak jauh, tak jarang sampai berjam-jam baru meraka sampai di rumah. Bahkan pernah keluar pagi jam 9, sore jam 2 baru mereka kembali. Tentu dengan alas an yang masuk akal seperti pasar ramai, jalanan macet dsbnya.
Padahal tentu saja Pak John dan Rita sedang pesta birahi. Kadang-kadang di Hotel –hotel maupun di villa yang meraka sewa sort time.
Herman bahagia karena secara ekonomi sudah lebih dari cukup. Bahkan sebagai saudara angkat, Pak John menghadiahinya mobil sedan terbaru buatan eropa. Meskipun mobil itu lebih sering dipakai Rita (padahal semua pemberian itu oleh Pak John diberikan kepada Rita. Hanya saja lewat Herman).
Pemberian mobil itu belum seberapa karena salah satu perusahaan Pak John pengelolaannya diserahkan kepada Herman, “Her, aku kan tidak punya siapa-siapa. Kalau tidak saudara sendiri siapa lagi kusuruh menjalankan perusahanku?”, Pak John menjelaskan alasannya saat menyerahkan perusahannya. Tentu saja Herman dan terutama Rita semakin bahagia saja.
Karena kondisi fisik yang cacat itu, maka Ritalah yang ditunjuk menjadi direktrisnya. Dengan demikian, makin banyak waktu Rita diluar rumah dengan alasan sibuk mengurus perusahan. Herman pun mengerti hal tersebut karena dia pernah bekerja di sebuah perusahaan swasta. Bahkan Herman tak pernah protes dan curiga bila istrinya baru jam 10 malam tiba dirumah. Toh semua ini untuk kesejahteraan mereka bersama. Tentu saja kepulangan Rita yang malam-malam itu bukanlah karena melembur pekerjaan kantornya tetapi lembur “kerjaan” lain dengan Pak John.
Demikanlah perselingkuhan antara Pak John dan Rita. Perselingkuhan itu terjadi hampir 1 tahun. Untuk mejaga kemungkinan, Pak John selalu memakai kondom.
Namun sepandai-pandainya menyembunyikan bangkai, akhirnya tercium juga baunya. Perselingkuhan mereka akhirnya ketahuan. Kejadiannya di rumah Pak John sendiri. Malam itu tiba-tiba saja Herman terbangun dari tidurnya. Ia tidak melihat istrinya ada disampingnya.
“Mungkin dia ke toilet”, piker Herman.
Namun setelah hampir satu jam belum juga ada tanda-tanda istrinya kembali, Herman jadi cemas. Ia khawatir istrinya mengalami sesuatu. Dilihatnya jam yang tergantung di dinding kamarnya menujukkan angka 2.
“Jangan-jangan dia jatuh di kloset”, pikirnya cemas.
Herman turun dari tempat tidurnya kemudian dengan kursi rodanya dia ke toilet. Tapi disana sepi tak ada bayangan Rita. “Kemana dia ya? Apa dia dihalaman?”
Herman menuju halaman rumahnya. Tapi di halaman itu sangat sepi. Yang ada hanyalah tananaman bunga hias. Namun dicobanya juga menelusuri halaman itu. Ia telusuri sampai ke sudut-sudut tersembunyi.
Ketika melewati jendela kamar Pak John, korsi rodanya ia hentikan. Ia mendengar ada suara-suara aneh dari dalam kamar Pak John. Wajahnya bersemu merah karena malu. Sebagai orang yang berumah tangga, ia tahu suara-suara itu. Apakah Pak John yang melakukan itu? Kapan ia sempat memasukkan wanita ke kamarnya? Ah ini bukan urusannya. Herman hendak meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba ia kembali berhenti. Ia seperti mengenal suara wanita itu. Di dekatkannya tubuhnya ke jendela. Ditempelkan telinga di sela-sela kusen dan daun jendela. Dan….dug! jantungnya berdebar dan wajahnya tegang.
Ah tak mungkin. Tak mungkin dia. Tapi suara itu? Ah mungkin aja ada orang yang suaranya mirip dia. Demikian didalam hatinya terjadi pertantangan.
Wanita dalam kamar Pak John itu berwatak jalang. Rita tak pernah seperti itu saat kami masih berhubungan normal dulu. Rita itu wanita santun, lembah lembut, keibuan. Dalam berhubungan badan dengannya pun tak pernah mengeluarkan suara. Beda dengan wanita dalam kamar Pak John itu. Yang mendesah, merintih, terpekik-pekik, merengek manja dan ketawa cekikikannya mengundang birahi.
Namun perasaannya tetap saja tidak enak, resah, gelisah. Kalau yang dikamar itu bukan Rita, lalu Rita dimana?
Akhirnya Herman mengambil keputusan untuk menunggu di halaman di bawah pohon kamboja. Biarlah akan kutunggu sampai pagi bisiknya. Ia sungguh penasaran, siapa wanita yang ada di dalam kamar Pak John itu. Selama menunggu itu, jantungnya terus berdebar-debar.
Menjelang subuh sekitar jam 4 pagi, pintu rumah Pak John terbuka. Dibawah sinar lampu neon nampaklah sosok tubuh wanita cantik yang sangat di kenal oleh Herman. Herman merasakan dunia ini gelap sekali. Ia kuatkan hatinya untuk mengendalikan emosinya. Aku kan hanya mendengar suara-suara saja. Mataku belum jelas melihat yang terjadi. Pendengaran bias saja menipu hiburnya.
Wajah Rita sangat pucat dan air mukanya menunjuukan keletihan yang amat sangat. Rambutnya awut-awutan. Demikian pula dengan daster hijau daun yang dipakainya sangat kusut. Jalannya agak oleng seperti pemuda pemabukan.
Ia dekati istrinya.
“Rit, kamu dari mana sih?”, tanyanya dengar suara gemetar.
“Mmmas…, kamu…., kamu sudah bangun?” ujar Rita gugup. Wajahnya makin pucat dan matanya yang indah itu terbelalak memandang suaminya seperti melihat setan saja.
“Sekali lagi aku tanya, kamu dari mana?”, Tanya Herman lebih keras.
“Ngg…, anu…”, suaranya seperti tercekik sulit dikeluarkan.
“Kamu dari kamar Pak John ya? Lagi ngapain disana?”, Tanya Herman seperti jaksa menanyakan sorang pesakitan.
“Aku…anu…ada…pembicaraan mengenai perusaah kita”, kata Rita gemetar.
Kini yakinlah Herman siapa wanita yang ada di dalam kamar Pak John. Dan John yakin apa yang sudah terjadi di kamar itu.
Herman langsung memutar kursi rodanya, meninggalkan Rita yang masih berdiri kaku.
Dengan terisak-isak, Rita mengejar suaminya sampai kedalam kamarnya.
“Mas…mas…ampuni aku Mas. Aku khilaf Mas”, kata Rita sambil menubruk kaki Herman dan menagis sesenggukan..
Dikursi rodanya Herman duduk kaku bagaikan patung. Ia tatap ubun-ubun kepala istrinya dimana wajahnya nempel pada punggung kakinya.
Herman adalah seorang lelaki intelektual. Dengan keintelekannya ia mampu mengendalikan emosinya. Ia tidak gampang mengumbar emosinya dengan ringan tangan maupun kakinya (itu tak mungkin, kakinya kan lumpuh). Perbuatan itu tak akan menyelesaikan masalah, malah menambah masalah. Kini dia lebih banyak merenung dan self koreksi. Segala sesuatu peristiwa dan kejadian di dunia ini tak lepas dari faktor sebab dan akibat pikirnya. Kalau timbul asap pasti ada api, begitu pikirnya.
Kalau mau dicari-cari, ini bukan mutlak kesalaha Rita. Dia sebagai suami juga ikut andil dalam peristiwa ini. Sebagai suami, dia merasa tidak sempurna. Lebih-lebih setelah kecelakaan dan kecacatan tuuhnya. Meskipun tubuhnya cacat tapi kalau berusaha secara maksimal, dia akan mampu memberikan kesejahteraan ekonomi kepada Rita. Bukankah banyak orang cacat di dunia ini mampu mandiri bahkan sukses? Namun apakah cukup harta saja? Bagaimana nafkah batin? Mampukah dia memberikannya. Betapun juga, Rita masih sangat muda, usianya masih 22 tahun. Wanita normal yang masih membutuhkan belaian kasih saying dan biologis. Apalagi mereka baru menapaki hidup rumah tangganya baru beberapa bulan saja. Keburu dia mengalami kecelakaan dan cacat sehingga tidak mampu memenuhi hasrat Rita yang lagi menggebu-gebunya.
Disaat kehausan dan hasrat badaninya yang menggebu-gebu tak tersalurkan itu tiba-tiba banyak godaan dan tawaran akan nikmatnya secawan birahi. Dapatkah Rita bertahan? Betapa pun juga, Rita hanyalah manusia biasa. Manusia yang terdiri darah dan daging. Darah dan daging yang hidup. Bukan seonggok batu yang mati.
Terbayang dia masa-masa awalnya bertemu Rita. Mereka kuliah pada kampus yang sama disebuah perguruan tingga swasta terkenal di sebuah kota di Jawa Tengah. Merka sama-sama kuliah di Fakultas Ekonomi. Hanya beda angkatan. Rita ada 2 angkatan dibawahnya.
Aktivitas kampuslah yang mempertemukan meraka. Selain sebagai aktivis, Rita juga terkenal sebagai mahasiswi tercantik di kampusnya. Bahkan kecantikan dan kepribadiannya ini juga mengantarkan Rita menyabet gelar Ratu Kampus se Jawa Tengah.
Dari puluhan bahkan mungkin ratusan mahasiswa dan para pemuda, Herman adalah lelaki yang paling beruntung mendapatkan cinta Rita. Hubungan mereka berlanjut meskipun mereka sudah dapat menyelesaikan kuliahnya. Bahkan hanya 6 bulan setelah wisuda, keduanya melangsungkan pernikahannya.
Dan hanya berselang seminggu pernikahan, Herman diangkat menjadi karyawan swasta sebuah perusahan bonafid. Pekerjaan inilah mengantarkannya ke Kota wisata ini karena dia Herman diangkat sebagai kepala bagian pemasaran di cabang perushan Kota ini.
Kemudian mereka bertemu dengan Pak John. Pak John ya Pak John. Pikirannya sekarang ke Pak John. Lelaki yang juga terlibat sebagai pemeran penting dalam kasus ini dan juga berperan penting dengan kehidupan keluarga mereka.
Herman juga tidak dapat menyalahkan Pak John sepenuhnya. Kesimpulannya ini bukanlah sebagai usaha penjilatan karena secara ekonomi keluarganya terangkat menembus kalangan atas oleh bantuan Pak John. Juga bukan karena dia sudah diangkat saudara oleh Pak John. Atau diberikan sebuah perusahan. Bukan hanya itu, tapi terutama sekali dia berhutang nyawa terhadap lelaki itu. Kalau saja tidak ada darah Pak John yang dialirinya saat-saat ia dalam keadaan kritis, mungkin saja Rita saat ini sudah menjadi janda muda.
Kondisi ini tentu akan lebih menyilitkan lagi. Bias saja dengan alas an menyambung hidup, Rita akan lebih terjerambab ke jurang hitam yang lebih dalam. Mungkin tak hanya sekedar dalam pelukan seorang lelaki yang bernama John Hara. Tetapi beberapa lelaki malah. Negri Herman membayangi ini.
Kemudian, kalau pun dia selamat dan dapat bertahan hidup seperti sekarang ini, tentu saja kebahagiaan yang ia berikan kepada Rita juga terbatas. Karena pememuhan kebutuhan ekonomi saja tidaklah cukup. Karena keterbatasannya bahkan ketidakmampuannya memberikan Rita kebutuhanbiologis, pada akhirnya ia juga akan mencarinya pada lelaki lain. Lelaki lain seperi sekarang ini.
Lamunan Herman terpecah saat Rita mendengarkan isaknya. Kembali ditatapnya sosok istrinya yang bersimpuh dilututnya. Ah, wanita yang cantik, lembut, keibuan, sangat santun dan menjunjung budaya ketimuran. Tapi menapa jadi seperti ini? Mengapa?
Baru saja Herman hendak membuka bibirnya, tiba-tiba pintu kamarnya terbula dan….Sosok Pak John muncul rapi. Rupanya dia hendak berangkat ke kantor. Seperti biasa, dia akan memanggil Rita agar segera berangkat ke kantornya karena jam sudah menunjukkan pukul 7.00.
Tapi mulutnya dikatupkan, pengalamannya yang luas segera dapat membaca suasana dalam kamar ini. Dengan suaranya yang berwibawa yang terbentuk dari perannya sebagai pemimpin bbeberapa perusahaan dimana suara itu mampu menjalankan perintah bagi ratusan karyawannya.
“Bisakah kita bicara di luar?”, kata Pak John
Tanpa ada kata persetujuan, kedua suami istri itupun mengikuti Pak John dan duduk di kamar tamu. Setelah menarik nafas Pak John berkata, “Aku paham, dan aku yang paling bersalah dlam kasus ini”.
“Aku tak perlu beragumentasi dan juga tak perlu membela diri. Kamu Herman, saat ini pun kamu bias lapor ke kantor kota, aku siap menerima segala resikonya”, kata Pak John. Suaranya begitun tenang dan meyakinkan. Sedikitpun tak dibuat-buat. Pembawaannya nothing to lose sekali. Tak ada beban apapun.
Kedua suami istri ini terutama Herman tak mampu berkata apa-apa.
“Namun sebelumnya. Berikan aku menyampaikan sesuatu kepada kalian. Pertama-tama maafkan aku karena aku sudah mengganggu rumah tangga kalian. Kedua, mungkin saja aku akan masuk sel polisi. Untuk itu akan kuserahkan segala urusanperusahan dan segenap asset-asetnya untuk kalian urus. Untuk hal ini aku mohon tolong sekali. Karena aku tak percaya siapapun kecuali kalian. Kalian sudah kuanggap keluarga sendiri. Meski kini aku malu karena sudah mengkhianati kamu Her”, ucap Pak John layaknya pengusaha besar yang berpidato dihadapan karyawannya.
Setelah cukup lama diam, akhirnya keluar juga kata-kata dari bibir Herman.
“Begini pak. Setelah saya timbang baik buruknya, dan dalam kesimpulan saya masalah buruklah akan timbul jika kasus ini sampai mencuat keluardari rumah ini. Jadi untuk meredam kasus ini sampai bocor keluar. Saya putuskan agar tidak perlu lagi diperpanjang. Hal ini saya lakukan bukan karena saya telah banyak hutang budi bahkan nyawa kepada Bapak, tapi juga pertimbangan yang lebih luas lagi yakni reaksi masyarakat seperti saya sebutkan tadi. Singkatnya jalan emosi dari saya tidak akan menjadi solusi yang baik. Yang terbaik dari kasus buruk ini adalah ya tidak meributkan persoalan ini sampai tersebar ke luar rumah ini”, kata Herman tenang sekali.
Mereka berembuk sampai siang hari. Pak John dan juga Rita sampai tidak masuk kerja. Akhirnya diambil keputusan bahwa persoalan ini hanyalah urusan mereka bertiga. Dan akan disimpan hanya menjadi rahasia mereka bertiga.
Apakah persoalan sudah selesai sampai disini saja? Cukup damai dalam keluarga mereka saja? Ternyata tidak. Kasus ini juga meninggalkan perssoalan baru yang tak mereka pikirkan sebelumnya. Ternyata Rita….Hamil! Ya, Rita hamil 1 bulan. Tentu saja Pak Johnlah anak bayi yang dikandung Rita.
Diantara mereka bertiga, Rita lah yang paling cemas. Ia khawatir laut yang tenang akan kembali bergolak. Akan tetapi ternyata tidak. Tidak ada badai, apalagi tsunami.
Bahkan suamilahnya yang menyarankan agar bayinya jangan digugurkan. Bayi itu tidak bersalah, apalagi Herman dan Rita masih terikat rumah tangga. Mereka sangat membutuhkan keturunan. Sedangkan disisi lain kondisi Herma tak memungkinkan dia mendapatkan keturunan. Demikian juga Pak John, tak mungkin punya keturunan karena dia sampai kini pun belum mencari istri sejak cerai dengan wanita Jepang itu. Dan Pak John memang tidak berniat menikah lagi meskipun dia lelaki normal bahkan gairahnya sexnya tinggi lagi.
Bahkan Pak Herman berjanji, semua Harta yang dimilikinya itu akan diserahkan kepada anak yang dikandung Rita.
Mereka sungguh-sungguh tiga orang yang unik yang mungkin jarang ada di dunia ini. Diantara mereka, antara satu yang lainnya sungguh-sungguh saling membutuhkan. Saling ketergantungan. Pak John banyak harta tapi tak punya keturunan untuk mewariskan hartanya. Jadi dia membutuhkan anak itu agar ada yang mewarisi hartanya. Lagian meskipun tidak sah, bukankah anak yang dikandung Rita itu secara biologis adalah anaknya juga? Selain itu, Pak John pun masih sangat bergairah pada Rita.
Herman pun begitu. Ia juga mendambagan keturunan untuk melanjutkan “dinastinya”. Karena bukankah perkawinan tujuan mendasarnya adalah melanjutkan keturunan? Namun disisi lain dia tak mungkin mendapat keturunan kerena dia “tidak mampu” mewujudkannya. Ia pikir Pak John juga saudaranya, bukankah darah Pak John lah yang saat ini mengalir disegenap pembuluh darahnya? Yang diimpuskan saat kecelakaan dulu? Pak John juga mengangkat harkat hidupnya secara ekonomi meskipun ini bukanlah alas an utamanya untuk menerima keadaan ini.
Rita apalagi. Dia bahagia akan melahirkan anak. Herman tidak menceraikannya. Secara fisik dia masih sangat mencintai Herman. Dengan Pak John, lelaki itu bukan masalah dalam memberikan kebutuhan ekonomi kepadanya. Namun yang paling penting, Pak John lah yang memenuhi kebutuhan biologisnya yang semakin meletup-letup itu. Jadi, Herman adalah suaminya secara sosial emosional dan administrasi . sedangkan Pak John adalah suaminya secara biologis dan juga…ekonomis. Simbiosis mutualistis begitulah mengenai kehidupan ketiga orang ini.
Setelah 9 bulan ada dalam kandungan, maka lahirlah bayi itu. Bayi yang berjenis kelamin lak-laki. Semuanya bahagia tak terkecuali. Bahagia yang sungguh-sungguh tulus dan tak ada ganjalan dari tiga arang ini yakni Pak John, Herman dan Rita. Kebahagian mereka makin menjadi-jadi saja terutama bagi keluarga Herman terutama sekali Rita yang mengandungnya, karena ternyata bayi itu berkulit putih bersih sangat mirip Rita dan sedikit pun tidak Pak John. Bukan maksud meremehkan Pak John, Rita sunguh-sungguh mensyukuri bahwa bayinya selain sangat sehat, tetapi juga sangat tampan menuruni wajah ibunya.
Untuk wajah ini, suatu hari ketika hanya Pak John dan Rita saja (Herman keluar rumah di antar seorang sopirnya karena ada suatu keperluan bisnis), Pak John berbisik, “Sayang kamu tahu nggak? Mengapa anak kita ini lebih mirip kamu dari pada aku?’.
Rita mengkerutkan jidatnya, dan ia tak menemui jawabannya, “Emangnya mengapa?”
Pak John kembali berbisik, “Karena pada saat kita buat, kamu yang lebih bersemangat dan agresif dari pada aku”.
Rita menjerit manja. Kalau saja tidak sedang membopong bayinya, pasti sudah dicubitnya “suami kedua”nya ini. Ia hanya cemberut, namun tak urung malah tambah manis saja. Pak John jadi gemas memandangnya, maka bibir manis itu pun dilumatnya sampai Rita ngos-ngosan.
“Ssst! Ini kan sudah melewati masa puasa melahirkan. Bagaimana kalau kita ke kamar aja? Mumpung sepi nih”, goda Pak John.
“Ih, dasar!”, kata Rita ketus. Tapi tak urung Rita mengikuti langkah Pak John ke kamarnya..
Setelah menaruh bayinya yang sudah tidur lelap di ayunannya, Rita pun menutup pintu kamarnya.
Demikianlah, untuk sementara kita akhiri dulu kisah ini. Sampai jumpa dilain cerita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar