Sabtu, 11 Juli 2009

MEMBURU KEPUASAN BIRAHI PADA GADIS-GADIS CILIK















“MEMBURU KEPUASAN BIRAHI PADA GADIS-GADIS CILIK”

Oleh : NN

Aku adalah seorang perjaka. Umurku kini sudah 40 tahun. Namun entah mengapa, aku betah melajang sampi setua ini. Bukannya aku lelaki tidak normal yang tidak tertarik dengan lawan jenisku. Bahkan aku punya libido yang sangat tinggi. Setiap melihat cewek, terutama yang cakep-cakep, gairah birahiku pasti meletup-letup.
Selain libido yang sangat tinggi, aku juga merasa lelaki paling cabul di dunia ini. Kecabulanku ini sudah aku rasakan sejak kecil (Tapi aku ga ingat, sejak kecil umur berapa? Mungkin sekitar kelas 2 atau 3 SD).
Namun aku menolak kalau disebut lelaki jahat. Meskipun sifatlu cabul dan perbuatan cabul itu juga suatu tindak kriminal. Tapi menurutku, dari segi akibat nya bisa berbeda. Tindakan jahat dapat menyakiti orang karena ada unsur pemaksaan disana. Tapi tindakan cabul terutama yang kulakukan tidak selalu ada pemaksaan yang menimbulkan perasaan sakit hati. Karena dalam mencabuli sasaranku, aku selalu pilih-pilih. Baik memilih orangnya, karakternya dan yang penting timing dan situasinya.
Yang paling banyak kucabuli adalah anak-anak dibawah umur. Mulai dari yang baru duduk di bangku TK hingga anak SMP. Tapi yang paling sering ya yang TK sampai SD. Sesekali pernah juga yang ABG.
Mengapa anak-anak seusia mereka? Ya, karena anak-anak seusia mereka masih lugu dan tidak mengerti perlakuan apa yang telah mereka terima. Mereka gampang dikali dan dibohongi.
Selain waktu dan timing yang aku sebutkan tadi, aku juga harus punya alasan kuat untuk melakukannya. Aku tak bisa begitu saja melakukannya tanpa ada hujan dan angin sehingga membuat korbanku kaget dan ketakutan. Aku melakukannya secara halus sehingga korbanku seperti tak merasa dilecehkan. Mereka merasa aneh dan ada sesuatu yang mereka kurang mengert perlakuan apa sebenarnya yang mereka terima (maklumlah karena mereka masih di bawah umur. Dan belum mengerti tindakan yang tidak patut itu).
Misalnya seperti yang aku lakukan terhadap anak perempuan yang berusia kira-kira 8 tahun beberapa bulan yang lalu.
Disebelah rumahku berbatasan dengan tembok setinggi pinggang orang dewasa, terdapat sebuah TK (Taman Kanak-kanak). TK itu hanya ramai jam-jam belajar yaitu dari jam 7.00 sampai jam 10.00 siang.
Pada suatu sore kira-kira jam 2, ada beberapa anak kecil rata-rata umur mereka sekitar 8 samapi 10 tahun. Mereka ramai-ramai bermain disana. Ada yang main ayunan, prosotan, timbangan dsbnya seperti pada umumnya permainan yang ada di sebuah TK.
Ku intip mereka dan jantungku berdebar-debar. Beberapa anak-anak itu selain laki-laki ada juga perempuannya. Hm, ini saatnya beroperasi. Akupun kemudian meloncati tembok yang tak terlalu tinggi itu.
“He! Kalian mengapa bermain-main disini? Kalian dapat merusak alat-alat ini tau ga?”, bentakku galak. Mendengar bentakkanku, sebagian anak-anak itu lari bubaran terutama sekali yang laki-laki karena fisik mereka lebih kuat sehingga dengan cepat kabur jauh dan menghilang.
Kini hanya tinggal seorang gadis cilik dan…gadis cilik ini cantik dan manis sekali. Kulitnya bersih dan putih mulus. Ia memakai atasan kaus oblong coklat dan rok selutut berwarna biru.
Ketika kudekati anak itu tetap saja main prosotan. Hm, bandel juga pikirku. Justru ini dia, ada alasanku “menghukum” kebandelannya.
“Eh kamu masih saja bandel ya. Akan Oom hukum nih!”, berkata begitu tubuh gadis cilik itu kuangkat (pondong) dan kuayun-ayunkan seolah-olah mau ku lempar. Dia menjerit-jerit dan tertawa-tawa.
“Eh bandel, kok malah tertawa-tawa?”, tanyaku.
“Habis enak sih Oom”, katanya tersenyum.
Nah ini dia timing tepat yang kumaksud tadi. Kini aku punya alasan untuk melakukan pelecehan sexual terhadapnya.
“Begitu ya? Kalau gitu akan Oom hukum kamu dengan cara lain agar kamu kapok!”, lataku se-olah-olh gemas.
Kuturunkan tubuh gadis cilik ini ke lantai. Namun pinggangnya masih kupeluk dengn lengan kiriku. Tangankananku bergerak kearah selangkangannya. Telunjukk jariku mengarah ke sela-sela celana dalam (CD) nya dan…. Gadis cilik ini menggelinjang-gelinjang kegelian sambil menjerit-jerit.
“Aaaauuuuw….Oom! Ampun Oom! Geli…ah..hi hik ihhh!”, teriaknya dengan tubuh yang kian mengelinjang-gelinjang bagaikan cacing kepanasan.
Tentu saja ia kelejotan seperti itu karena telunjuk jariku mengurut-urut belahan kelaminnya. Tapi ujung telujukku tidak dapat masuk ke lubang vaginanya karena lubangnya masih kecil. Aku tak mau memaksa memasukkannya karena aku tak ingin menyakiti gadis kecil ini. Cukuplah kegelian saja.
“Gimana? Sekarang kapok ga?”, tanyaku. Tapi ujung telunjukku masih saja mengutil-util bahkan kini malah asik mempermainkan “kacang” yang terjepit di sela-sela kelaminnya. Kurasakan ujung jari telunjukku basah.
“Kapok Oom. Aku kapok”, katanya sambil menggelinjang-gelinjang kegelian.
Demikianlah cara aku melakukan pelecehan terhadap gadis-gadis kecil dibawah umur. Kulakukan dengan secara terselubung sehingga gadis-gadis kecil itu tak kentara dilecehkan. Seperti yang kulakukan terhadap gadis kecil diatas. Gadis itu tentu berfikir, “hukuman” yang diberikan oleh si Oom sudah selayaknya ia terima atas kebandelannya.
Aku tak berani melakukan tindakan yang lebih dari itu. Cukuplah digelitiki saja sampai becek. Misalnya memasukkan jariku ke dalam vaginanya. Ini tindakan beresiko karena bisa saja selaput daranya robek atau cedera yang menimbulkan pendarahan. Kalau seperti ini, tentu orang tua si gadis cilik akan curiga dan terus mengadakan pengusutan. Selanjutnya tentu saja kasus ini akan merebak kemana-mana seperti yang tersiar di surat-surat kabar dan berita-berita TV mengenai kasus pelecehan sexual terhadap anak-anak.
Pagi ini HP ku berdering, temanku menelponku, “Hai ji! Kamu mau nolong aku ga?”. Demikian suara dari seberang sana. Itu Adi teman akrabku.
“Ya. Tolong apaan?”tanyaku.
“Hari ini aku ga dapat ngantar tamuku karena anakku sakit. Kata dokter dia kena demam berdarah”. Kata Adi.
“Ok. Dimana tamumu sekarang?”, tanyaku.
Adi pun menjelaskan dimana tamunya kini menginap. Adi adalah seorang guide Jepang. Dia bekerja disebuah Travel Biro yang khusus menangani wisatawan Jepang. Aku juga sempat menjadi guide Jepang, tapi karena tamu yang datang kedaerah ini akhir-akhir ini turun drastis karena adanya krisi global dan juga pengaruh pengebonan beberapa tahun lalu. Kini aku lebih sering nganggur dari pada menjalankan profesiku menjadi guide Jepang.
Aku menyanyanggupi untuk mengantikan temanku mengatarkan tamu Jepang tsb.
Aku menemui tamu jepang itu di Hotel tempat mereka menginap. Ternyata tamunya 3 orang yaitu sepasang kakek dan nenek yang berusia kira-kira 70 tahun. 1 nya lagi ternyata seorang….gadis cilik. Sebenarnya mereka ber 5 termasuk ayah dan ibu gadis cilik itu. Tapi karena ada suatu keperluan, mereka kini ada di Jakarta.
Kutaksir Gadis itu kira-kira berumur sekitar 12 yahun. Cantik sekali mengingatkanku kepada bintang pemeran Oshin (Oshin masih kecil) di senetron Jepang yang terkenal beberapa tahun lalu.
Matanya agak sipit, kulitnya seperti umumnya orang-orang Jepang yakni kuning langsat.
Hari pertama tugasku ini, aku mengantar tamuku ke ujung timur pulau ini. Sore sekitar jam 4 baru aku kembali ke Hotel.
Keesokan harinya aku kembali ke Hotel tempat tamuku menginap. Ke 3 nya sudah menungguku di Ruang tamu Hotel. Tuan Yasuki, begitu nama kakek itu menyambutku dengan berdiri dari tempat duduknya.
“Haji San, hari ini aku ga kemana-mana. Aku merasa kurang sehat”, katanya. “Tapi cucuku ini rewel sekali. Dari tadi dia ingin beranang”, lanjut si kakek.
Mayori demikian nama gadis cilik itu. Ia tipe gadis yang manja, terutama sekali sangat manja kepada kakek dan neneknya. Ini terlihat ketika aku mengantar mereka melancong. Semua keinginannya harus dituruti. Kalau tidak, ia akan ngambek ber jam-jam. Kemarin juga sempat ngambek, ia tak mau kembali ke Hotel dan tetap duduk-duduk di pinggir sebuah danau di sebuah obyek wisata. Setelah keinginannya dikabulkan sang kakek, barulah dia mau pulang.
Hari ini pasti keinginannya untuk berenang juga harus dikabulkan. Kebetulan Hotel itu ada kolamnya.
“Nah itu ada kolamnya. Silahkan aja berenang”, kataku.
“Dia hanya mau berenang di pantai Haji San”, kata neneknya.
Ah? Ada-ada saja gadis ini. Tiba-tiba aku punya suatu rencana. Rencana dari otakku yang ngeres.
“Ohya, aku tahu tempat yang baik untuk berenang. Tempatnya sangat indah”, kataku
“Kalau begitu, antar aku kesana Haji San”, kata Mayori bersemangat.
“Ok, mari! Ohya kamu bawa pakaian renangnya ya”, kataku.
Setelah semuanya siap, kami pun berangkat. Yang kumaksud adalah sebuah pantai yang sepi sekali. Dimana pesisir pantainya ada bukit-bukit terjal dan ada goanya dibeberapa tempat.
Sepanjang perjalanan menuju pantai, otakku dipenuhi oleh pikiran-pikiran ngeres dan cabul. Jantungku selalu berdebar-debar tegang karena akan melakukan sesuatu yang menggairahkan. Sekali-kali mataku melirik ke tubuh gadis cilik ini. Pasti masih perawan dan belum ada lelaki yang menyentuhnya, pikirku membuat birahiku makin menggelegak.
Kami pun sudah sampai tujuan. Suasana sangat sepi. Yang tersengar hanya deburan ombak. Kebetulan ombak tidak terlalu besar, sangat ideal untuk berenang.
“Haji San dimana tempat ganti pakaiannya?” kata Mayori.
Aku menunjuk sebuah goa di pinggir tebing. Sementara Mayori ganti pakaian. Aku buka pakaianku hingga menyisakan celana dalamku saja. Ada tonjolan pada bagian depan celana dalamku. Bagian selangkangan depan tempat “pusakaku” dipajang. . Ya, “pusakaku” sedang kaku pertanda lagi nafsu.
Tak lama Mayori keluar dari goa dan…..mataku melotot dan jakunku naik turun menelan ludah. Sementara debaran jantungku makin keras saja.
Tubuh Mayori hanya terbalut pakaian renang minim sekali. Yakni BH menutupi payudaranya yang cukup berisi dan secarik celana dalam (CD) yang sangat kecil. Ada daging kembung dan empuk menggunung di balik CD itu.
“Ayo Haji San, ajari aku berenang!”, katanya sambil menarik lengan kiriku.
Tentu saja ajakan ini tak kutolak. Waw, perasaanku bagai mendapat lotre jutaan bahkan milyaran rupiah rasanya saking gembiranya.
Selama “ngajar” berenang itu, tak jarang kedua tanganku ini meraba-raba bagian peka tubuhnya. Tentu saja pura-pura terpeleset karena tubuh Mayori yang licin dibasahi air. Entah ia menyadari atau tidak yang jelas dari mulutnya keluar pekikan-pekikan geli.
Seperti saat ini misalnya, aku menyangga tubuhnya dengan kedua lengannya, saat tubuhnya bergerak-gerak disertai kedua lengannya mengayuh air, aku plesetkan lenganku yang menyangga perutnya ke bawah pusar sehingga tekapak tangan kananku kini menyangga bagian depan selangkangannya. Aku rasakan sekarang bagian telapakku sangat emput. Tidak tinggal diam, aku remas-remaskan sehingga Mayori berteriak sambil menggelinjang-gelinjang.
Kini Mayori berdiri setengah meter di depanku. Ia menyiram-niramkan air laut ke wajahku.
“Yori, jangan ah. Mataku pedas tau!”, kataku.
Eh bukannya berhenti, malah ia makin bandel saja. Hm, aku jadi gemes. Nah ini dia timing yang tepat untuk “menghukum” kebandelan Mayori.
Aku menyelam kedalam air, dari dalam air mataku mencari-cari tubuh Mayori. Nah itu dia, wow mulusnya. Jantungku makin berdebar. Aku berenang mendekat lalu kupeluk pinggannya yang ramping dan bibirku yang dihiasi kumis diatasnya ini langsung saja menyeruduk lubang pusarnya.
Kugosok-gosok lubang pusarnya dengan kumisku sehingga tubuhnya menggelinjang. Samara-samar dari permukaan air, terdenger teriakkan Mayori kegelian. Tidak sampai disana saja, jari telunjuk kananku kuarahkan keselangkangannya dan ujungnya menyisip kepinggir celana dalamnya.
Kurasakan ujung telunjukku menyentuh belahan daging yang lembut dan halus. Aku gosok-gosokkan ujung telunjukku naik turun. Bahkan kini ujung telunjukku malah menyentuh tonjolat bulat kecil sebesar kacang kedele.
Tubuh Mayori semakin menggelinjang-gelinjang liar tak terkendali sehingga lepas dari pelukanku.
Ketika aku muncul kepermukaan air, ia sudah lari-lari di bibir pantai menuju goa. Aku gemas melihat gadis cilik yang sexy itu. Awas kamu ya, bisikku sambil mengejarnya masuk goa.
Di dalam gua kulihat tubuhnya menempel di dinding dan agak membukuk.
“Ampun Haji San. Aku kapok!”, teriaknya. Lengan kanannya menutupi bagian payudaranya, sedangkan lengan kirinya ke bawah dan telapak tangannya menutupi gundukan segitiga diselangkangannya.
Mana bisa? Justu inilah kesempatan untuk menjatuhkan “hukuman” kepada Mayori. Apalagi posisi tunuhnya seolah-olah menantangku.
Aku tubruk dan pepet tubuhnya ke dinding goa. Mulutku mencari-cari multnya dan…cuuup! Mmmmmmhhhhh! Bibirku berhasil “mencaplok” bibirnya. Kukulum-kulum bibirnya dengan bernafsu. Awalnya dia menolak, tapi akhirnya ia menyerah. Bahkan kini bibirnya malah membalas kulumanku. Hm, masih kaku. Waw, masih virgin nih batinku. Aku makin bergairah saja. Lidahku membelit-belit lidahnya. Hanya sekejap saja ia sudah mahir menagkap “pelajaran” ku.
Kini bibirku mencucup lehernya. Kujilati lehernya yang putih mulus itu sehingga kepalanya menggeleng-geleng kekiri dan kekanan. Mulutnya menganga disertai desahan dan disisan.
“Ohhhh…Haji San…sssssshhhh…aahhhh!”, begitu terdengar dari dalam goa disertai dengusan-dengusanku.
Jemari tangan kananku membuka kaitan BHnya dan plong! Dua gunung kembarnya menggelayut dan bergoyang-goyang. Lumayan besar ukurannya untuk gadis berumur 12 tahun. Aku tak tiggal diam, jari-jemari tangan kananku langsung saja meremas-remas kedua gundukan itu.
Jari-jari tangan kananku pun tak tinggal diam. Meremasremas buah pinggulnya dilanjutkan dengan berusaha menurunkn celana dalamnya.
Beberapa saat kemudian, tubuh kami sudah bergumul dilantai goa. Kami sudah telanjang bulat. Aku menindih tubuhnya. Bibirku mengisap-isap puting payudaranya bergiliran kiri dan kanan sehingga desahan mulu Mayora makin keras saja.
Dibagian bawah, Mayori sudah menangangkan pahanya lebar-lebar. “Burung”ku yang sudah kaku menyodok-nyodok permukaan belahan vaginanya. “Dompet”nya belum berbulu. Putih dan bersih sekali. Bagian belahanya kemerahan. Aku hanya main luar saja, tak ada rencanaku memerawaninya. Namun demikian aku rasakan bibir vaginanya sudah sangat becek.
Bahkan kini kusakan bibir vaginanya kedut-kedut dan serrrrrrrrrr! Kepala kontolku tersiram air. Hm, ia sudah orgasme. Akupun makin mempercepat korotan ujung kontolku ke belahan vaginanya. Pingganku semakin melengkung, nafasku kian memburu. Pada saluran kelaminku kurasakan mengembang dan ada kedut-kedutan dan….creeeet! Creet! Creeeeetttttt! Air maniku menyemprot keluar dan berlepotan dipermukaan vaginanya Mayora.
Tubuhku rebah disampingnya. Aku merasa lega karena lahar yang bergejolak di pangkalan selangkanganku sudah berhamburan keluar. Mayorapun begitu, tubuhnya rebah lemas disampingku. Ia nampak lelah sekali,
Demikianlah kisah petualanganku dan “MEMBURU KEPUASAN BIHAHI PADA GADIS-GADIS CILIK”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar