Jumat, 03 Juli 2009

EKSPLOITASI BIRAHI




Oleh : ST




"Bangun sayang", bisikku dekat telinya yang berdaun indah itu. Bentuk telinganya indah sekali. Bersih dan sangat putih.


"Capek", katanya menja.


Ya tentu saja dia sangat kecapaian. Sejak masuk kamar villa ini jam 3 sore tadi, kami bergumul memuaskan nafsu birahi kami. Entah sudah berapa kali perempuan ini aku buat orgasme. Mungkin sudah sampai 6 kali. Sedangkan aku belum ngecret sekalipun. Jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 7 malam. Meski tanpa AC kamar ini terasa dingin. Maklumlah villa ini terletak di daerah pegunungan. Sebuah tempat wisata yang sangat terkenal dengan sebuah danau yang cukup luas. Di pinggir danau ini banyak terdapat villa-vila dan penginapan. Di salah satu kamar villa onilah kami menginap.


Kontolku yang cukup besar dan panjang untuk ukuran Indonesia ini masih kaku menempel di perut perempuan dalam dekapanku ini. Ujungnya yang botak berwarna merah tua tepat berada di lubang pusarannya.


Rencananya kami akan menginap di sini 3 hari. Jumat sore baru kami cek out. Sejak bercinta pertama kali di kamar sebuah Hotel di senggigi Lombok Barat sana, ini kali keduanya kami lakukan disebuah villa di Bdgl Pulau B.


Untuk menyeret perempuan ini ke villa ini memang sulit. Bapaknya begitu galak, fanatik, kolot dan otoriter. Untung aku punya seorang kawan yang bekerja di Dinas Propinsi. Dengan akal-akalan aku suruh buatkan surat tugas buat perempuan ini untuk mengikuti workshop yang dilaksanakan di Bdgl ini.


Dayu begitu aku memanggilnya. Nama lengkapnya Ida Ayu SW. Umurnya baru 22 tahun. Masih sangat muda dibandingkan usiaku yang sudah 45 tahun. Dayu seumuran putraku yang pertama yang kini kuliah di sebuah PTS di kota Malang.


Dayu sendiri selalu memanggilku Bapak. Aku tidak protes dengan panggilan itu yang konotasinya ketuaan. Justru sebaliknya aku bangga banget. Betapa tidak? Lelaki setua aku berhasil menaklukkan gadis muda yang masih perawan (tapi sekarang sudah tidak perawan karena sudah kubobol di senggigi 3 minggu yang lalu. Baca kisahku yang berjudul : DAYU GADIS KESEPIAN).


Panggilan Bapak membuat gairah birahiku bangkit. Aku bangga, aku adalah lelaki penakluk. Aku mempecundangi sekian puluh anak-anak muda yang menginginkan cintanya Dayu. Seorang gadis yang sangat cantik. Kulitnya putih mulus tak ada cacat sedikitpun. Rambutnya sebahu yang lebih sering diikat membentuk ekor kuda, sehinga lehernya yang jenjang putih mulus dan tengkuknya dihiasi bulu halus pendek indah sekali membuat beriahiku bergejolak.


Dia gadis yang sangat lembut, sopan santun penuh tata krama adat ketimuran. Sifat-sifat seperti inilah yang sangat kusukai. Bukan karena aku suka kesopanan, tapi sifat-sifat perempuan seperti itu sangat menantang jiwaku untuk menaklukkannya.


Aku tidak suka gadis jalang yang murahan dan gampang ditaklukkan. Aku benci gadis yang agresif yang dengan mudah menyerahkan tubuhnya untuk ditiduri. Bagiku gadis seperti itu tidak memiliki tantangan untuk ditaklukkan.


Gadis seperti Dayu ini kalau ku ibaratkan seperti gunung tinggi yang sulit di daki atau seperti dinding gunung yang terjal dan sangat sulit di daki. Namun sangat disukai para pendaki atau pemanjat tebing karena memiliki tingkat kesulitan yang tinggi untuk di daki. Namun apabila berhasil menaklukkan dan sampai di puncak, disitulah letak kebanggaan mereka. Demikian pula halnya dengan aku.


Awal pendekatanku memang sulit apalagi usiaku yang sudah tua. Namun pengelamanku sebagai lelaki jalang dan bajingan, dengan berbagai trik tipu muslihat seperti seekor buaya yang ngintip kijang yang sedang minum air di kali. Aku si buaya darat tentu saja pura-pura jadi sebatang kayu yang hanyut di sungai, begitu dekat sasaran langsung saja si kijang diterkam oleh si buaya.


Waktu di pantai senggigi ketika Dayu sedih dan curhat masalah bapaknya yang galak dan otoriter, saat itu aku mendekatinya dan bersedia menampung segala curhatnya. Aku pura-pura berperan sebagai bapak yang balik, lemah lembut penuh perhatian (berlawanan dengan sifat ayahnya, sehingga dalam waktu yang singkat dia percaya dan simpati kepadaku. Lalu dengan pelan-pelan aku seret simpatinya sebagai seorang anak ke simpati seorang lelaki. Dan aku berhasil baik melakukannya).


Ya, Dayu memang memerlukan figur seorang lelaki yang kebapakan, lemah lembut, pengertian, sabar, penuh perhatian. Dan aku tahu itu, disinilah aku masuk sebagai seorang bapak seperti yang diharapkan, karena dirumah dia tidak dapatkan dari Bapaknya. Kemudian setelah berhasil menarik kepercayaan dan simpatinya, kemudian aku seret dia ke hubungan seorang wanita dan pria.


Awalnya dia menyesali hubungan seperti ini. Dia yang gadis alim dari keluarga terhormat dan merupakan bunga desa idaman para pria, harus takluk dan bahkan menyerahkan tubuh dan keperawanannya kepada lelaki tua seumur ayahnya. Namun nasi sudah menjadi bubur, bagaikan orang yang awalnya agak dipaksa untuk mengisap sebatang rokok kini malah kecanduan dan menjadi pecandu rokok yang sangat berat. Dayu sudah tidak mampu lagi keluar dari jeratan nafsu birahi yang sudah aku tulari.


"Bapak lagi nglamun ya. Pasti nglamuni anak istrinya di rumah", bisiknya.


Lamunanku buyar. Kata-kata yang selalu di ulang-ulang apalagi aku ketahuan diam seperti ini.


"Ah tidak sayang, aku lagi meresapi kenikmatan yang baru kita peroleh bidadariku", rayuku sambil mengisap daun telinga.


"Gombal!", katanya sambil menggelinjang kegelian. Wajahnya nampak merah.


Ya, setiap selesai bersetubuh, aku suka mengamati wajahnya secara diam-diam. Terkadang kulihat alisnya berkerut-kerut. Kadangkala air matanya mengalir membasahi pipinya. Aku tahu ada pertentangan batin yang sangat dalam dihatinya. Disatu sisi dia menentang perbuatan maksiat ini karena tidak pantas dilakukan gadis baik dan terhormat sepertinya. Tapi disisi lain nafsu birahinya sudah kadung dinyalakan oleh buaya tua disampingnya. Kini nafsunya sudah gejolak kepundan merapi membara-bara.


Ya, aku sudah berhasil mengobarkan nafsu birahi yang bersembunyi di lubuk hatinya. Nafsu naluri hewani yang hampir semua dimiliki oleh insan manusia yang normal.


Awal-awal aku berhasil menyeretnya ke tempat tidur, sehabis bersenggama dia selalu buru-buru menutupi tubuhnya dengan selimut kemudian bangun dan lari ke kamar mandi dambil membawa pakaiannya.


Namun kini, dengan kenakalanku Aku singkirkan semua pakian dan selimut begitu berhasil kutelanjang saat pemanasan.


Seperti saat ini, dia menyembunyikan wajahnya ke dadaku yang bidang dan penuh bulu ini. Demikian pula tubuhnya tenggelam dalam pelukanku. Hanya itu yang bisa dia lakukan untuk menutupi rasa jengahnya. Tubuh kami yang berdekapan ini sangat kontras. Tubuh perempuan ini putih mulus bagai bidadari. Ujung Kepalanya hanya sampai di puting dadaku hingga dengan mudah aku ciumi ubun-ubunnya. Sedangkan tubuhku kekar penuh bulu di dada, lengan paha dan kaki. Kumisku agak kaku melintang, sedangkan sisa-sisa cukuran jenggotku tidak kugundul habis (sangan asik dan nikmat kalau di gosok-gosokkan kesekujur tubuh lawan mainnku). Kulitku agak kecoklatan, urat-uratbesar melingkar-lingkar pada bagian-bagian tertentu tubuhku. Yang paling kubanggakan adalah lingkaran urat yang mengelilingi kontolku. Tidaklah heran setiap wanita yang kutiduri pasti ketagihan dan selalu orgasme (paling tidak mereka 2 kali orgasme sebelum aku menysul).


Dalam bermain sex, aku bukan pria yang egois dan hanya memikirkan kepuasanku sendiri. Begitu naik ranjang telanjangi pasangan dan buka pahanya dan masukkan kotol ke vagina dan beberapa menit selesai lalu tidur. Aku tidak seperti itu. Aku selalu memuaskan pasanganku dengan diawali foreplay. Bahkan sering dalam tahap foreplay ini pasangannku sudah keburu orgasme. Seperti Dayu ini misalnya, waktu foreplay tadi sudah berkali-kali orgasme. Kontolku masih kering dan belum sempat dihujamlan ke lubang vaginanya.


Kepeluk tubuhnya, kubelai rambutnya, kubiskkan kata-kata mesra ketelinganya.


"Sayang, kita mansi yuk!", ajakku. Dia diam saja. Aku bangun lalu kubopong tubuhnya. Dengan sama-sama telanjang bulat kita ke kamar mandi. Di kamar mandi kita mandi saling siram persis anak kecil. Dia malu-malu saat tubuhnya kusabuni. Terkadang dari mulutnya terdengar ketawa cekikikan dan diselingi pekikan-pekikan, rintihan dan desahan . Ya, ini ulah jari-jariku saat menyabuni tubuhnya. Tanganku suka gentayangan ke bagian-bagian peka tubuhnya. Mencolek, meraba meremas, melintir, memasukkan jari kebagian tubuhnya yang ada lubangnya. Membuat dia menggelinjang-gelinjang kegelian.


Sedang asik-asiknya bercengkrama tiba-tiba, "Tok...tok...tok!"


"Bapak siapa itu?", kata Dayu gugup.


"Sabar manis, biar Pak keluar". Aku keluar kamar mandi dan membuka pintu kamar.


"Maaf pak, saya mengganggu. Saya membawa santap malam sesuai pesanannya", Ooo, seorang roomboy rupanya. Ya, tadi lewat roomphone aku memesan makanan.


Setelah menaruh hidangan di atas meja, roomboy itu segera keluar kamar sambil menerima sekedar tip dariku.


"Siapa Pak?", Dayu keluar dari kamar mandi dengan tubuh hanya berbalut handuk.


"Roomboy sayang. Kita makan yuk mumpung hidangannya masih hangat!", ajakku.


"Saya belum berdandan pak!", jawabnya.


"Sudah ga usah! mamangnya kamu mau konser sayang".


Namun dia tetap duduk didepan meja yang ada cerminnya, Ah dasar wanita sudah nalurinya selalu ingin dandan.


Setelah membedaki pipinya dan mengoleskan lipstik di bibir, masih berbalut handuk kami pun santap malam bersama.


Selesai santap malam, Dayu berdiri di depan cermin sambil membuka bibirnya. Kali aja ada kulit atau batu cabe yang nyelip di giginya yang putih dan rapi itu.


Melihat tubuhnya yang agak nungging itu, Kontolku kontan menjadi kaku.


Dengan berindap-indap kudekati tubuhnya dari belakang. Percis kayak harimau mengintip kijang dan......"Aaaaaaawwwwwhhh...iiiiiihhhhh!", teriaknya kaget. Aku tak perduli, "Hehehe, tadi aku belum puas manis".


Tubuhnya kupondong dan rebahkan ke atas kasur. Tanpa memberi kesempatan, bibirnya sudah kulumat. Akhirnya dia membalas lumatanku. Lidah kami saling belit. Hm, dia semakin makhir aja berciuman.


Setelah melumat bibirnya, kini kulanjutkan menjilati lehernya yang mulus jenjang. Terdengar rintihan keluar dari kerongkongannya.


"Pak jangan dicupang leherku ya, malu", bisiknya.


"Hm. tapi tempat yang tertutup pakaian boleh kan?", godaku. Dia tersipu malu. Ya, aku suka meninggalkan tanda cupangan merah di bagian tubuhnya yang tertutup. Seperti di payudara, perut, paha bahkan kelaminnya (biar ada kenang-kenangan).


Pergumulan nafsu kami makin seru saja. Hampi seluruh tubuhnya sudah kujilati. Dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kuisap belakang telinganya, tengkuknya yang pitih mulus sehingga terdengar rintihan dan desahan manja.


Kepalaku aku turunkan keselangkangannya. Handuk yang membungkus tubuhnya sudah kulucuti dan buang jauh-jauh. Kini dihadapan wajahku selangkangannya masih ditutupi CD biru muda bergambar bunga kecil-kecil berwarna merah. Nampak ada lingkaran basah di sela-sela belahan pepeknya. Hm, sudah becek rupanya.


Aku turunkan CDnya dan aku tarik lewat kaki dan kubuang jauh-jauh.


Wow, pepeknya indah sekali, meski sudah lebih dari 20 kali lubangnya kemasukan kontolku yang besar panjang ini, namun bentuk pepeknya belum berubah. Belum rusak. Waw, indah sekali.


Dengan gemas aku kuakkan pahanya kekiri dan kekanan agak menekuk sehingga belahan pepeknya menganga. Belahan pepek dan labia mayoranya berwarna merah muda. Sedangkan dibagian tengah atas pada pertemuan kedua bibir luarnya nampak nangkring sebiji kacang berwarna merah berdiri tegak. Ya itulah klentit atau klitoris. Benda kecil yang dipenuhi syaraf-syaraf peka yang apabila di eksploitasi akan membuat para wanita berkelejotan kenikmatan bahkan orgasme.


Kini bibirku akan mengeksploitasi pepek ini. Kujilati labia mayoranya. Tubuh Dayu langsung menggelinjang-gelinjang kegelian. Bibir dan terutama lidahku menjilat dari bawah ke atas, dan dari atas bali kebawah. Kekiri, kekanan, memutar-mutar terkadang ujungnya memasuki vagina. Selama kegiatanku ini, tubuh Dayu terus bergelinjang-gelinjang bagai cacing kepanasan di selingi rintihan antara suara erangan dan tangis tidak berdaya. Antara menolak dan menikmati, hal ini selalu muncul saat tubuh kami menyatu. Jeritan melingking keluar dari bibirnya yang indah tatakala ujung lidahku mengais-ngais biji klentitnya. Pinggulnya terangkat-angkat, kepalanya bergoyang kekiri dan kekanan. Rambutnya acak-acakan karena ikatannya terlepas entah kemana. Sementara kedua jemari tangannya meramas-remas seprai tempat tidur sampai berantakan. Sungguh pemandangan yang sangat erotis.


Ya, aku berhasil membuat wanita yang alim dan santun ini menjadi jalang di atas ranjang. Tapi ingat, hanya diatas ranjang. Itupun kalau aku yang melakukannya (apa pria lain akan mampu melakukannya?). Kejalangan ini adalah reaksi bawah alam sadarnya dan sisi hewaninya yang berhasil kubangkitkan. Seperti kujelaskan diatas, apabila hubungan badan ini sudah berakhir dan pikiran sadarnya normal kembali, disitulah timbul pertentangan batinnya antara membenarkan perbuatan ini dan menolaknya. Dan pikiran baiknya sering kalah oleh bayangan kenikmatan bersanggama yang luar biasa ini. Airmatapun tak ada gunanya meleleh.


Demikian halnya saat ini, aku merasa menjadi lelaki jantan, lekaki penakluk. Menaklukkan tubuhnya dan menyeret akal baiknya untuk membenarkan perbuatan ini dan kalah digoda nafsu berahinya. Ya, Dayu tidak mampu menaklukkan nafsu berahinya sendiri, Nafsu berahi yang dibangkitkan oleh seorang pria tua yang pure-pura alim dan muncul belangnya saat puncak birahi seperti saat ini.


Puas mengeksploitasi kelaminnya, aku bangkit duduk. Kubuka handuk yang masih melilit pinggangku. Kubuang handuk itu kesudut kamar, juga CD yang kupakai. Kini kontolku yang ujungnya botak berwarna merah tua mengkilap. Sementara batangnya mengacung kaku menantang langit. Batangnya yang hitam legam penuh dilingkari otot-otot yang melingkar. Setiap wanita yang melihat bentuk kontolku pasti menjerit ngeri. Dayu pun awal-awalnya begitu.


Kini perempuan yang sudah telanjang pasrah karena dikuasai nafsu berahinya ini menutup mukanya. Aku menyeringai bangga melihat lawanku sudah tak berdaya.


Kukangkangkan kedua pahanya dan agak kutekuk sehingga belahan pepeknya menganga. Sungguh pemandangan yang erotis dan mengunadang berahi semakin menggelegak.


Ujung kontolku kuusap-usapkan pada belahan bibir pepeknya yang sudah sangat becek itu. Timbul kenakalanku, ujung kontolku yang seperti topi baja tentara itu aku godok-godokkan ke klentitnya sehingga membuat tubuhnya semakin mengelinjang blingsatan tak karuan.


"Oh...oooohhhh..ooooohhhh....mhhhhh...ppppaak!", demikian rintihan birahinya menyayat.


Puas mempermainankan perasannya, aku hujamkan rudalku ke lubang vaginanya.


"Paaak! Oooohhhhhh....!", hanya pekikan itu yang terengar dari mulutnya bersamaan terbenamnya semua batang kontolku.


Seperti ada yang meremas dan memijit batang kelaminku. Terasa panas, lembut dan juga becek menyelimuti batang kelaminku ketika terbenam dan terjepit di lubang vaginanya. Oh nikmat buanget. Pantaslah kalau orang mengatakan keadaan seperti ini bagaikan sorga dunia.


Kuangkat kedua paha kiri dan kanannya ke pundakku. Selanjutnya pinggangku kuaynkan maju mundur.


"Sssshhhhhh....ooooohhh.....oohhhhh!", demikianlah suara-suara rintihan, desahan dan sekali-kali diselingi pekikan manja dari mulut Dayu. Sementara aku sekali-kali menggeram-geram bagai raksasa buas.


Berbagai posisi sudah kami coba. Doggy Style, sekali-kali Dayu diatas dan aku dibawah, 69, miring, gendong dsnya. Kini Dayu sudah lemas. Entah pinsan atau bagaimana. Aku kembali keposisi klasik dengan tubuhku dibagian atas.


Sudah tidak ada perlawanan lagi. Aku rasakan tadi berkali-kali ujung dan batang kontolku tersiram air. Itu pertanda Dayu udah orgasme berkali-kali. Kini aku mengejar orgasmeku sendiri. Goyangan pinggulku semakin kencang maju mundur. Kontolku terus menghujam keluar masuk pada lubang kelamin yang sama dengan sangat cepatnya. Aku rasakan ada yang akan keluar dari saluran kelaminku dan......Aaaaaaaaaaaahhhh! Bersamaan dengan erangan yang keluar dari mulutku, spermaku muncrat masuk ke dalam vaginanya Dayu.


"Ooooooohhhh!.....Ahhhhhh.....shhhh.....cret-cret-cret-cret!", banyak sekali spermaku tumpah ke lubang pepeknya Dayu. Bahkan lubang itu tak mampu menampung sehingga sampai meluber ke luar.


Kurebahkan tubuhku berjajar di samping tubuh Dayu. Meski udara pegunungan ini malam ini cukup dingin, namun keringat kami sama-sama bercucuran.


Kutolehkan wajahku ke samping menatap wajah lawan mainku, kubisikkan kata-kata lembut penuh sayang di telinganya, "Gimana sayang, kamu puas ga?".


Kontan saja dia menutup mukanya dengan bantal. Aku tersenyum geli dibuatnya. Lengannya agak ke atas karena posisi tangannya diatas bantal yang menutup mukanya sehingga ketiaknya terbuka. Ketiak itu begitu bersih dan sangat mulus. Dengan gemas aku dekatkan mukaku dan kujulurkan lidahku untuk menjilat ketiaknya. Sementara jari-jemari tangan kananku meremas buah dadanya yang teronggok nganggur.


"Aduh!", pekiknya kaget. Hm, harim banget ketiaknya dan lembut banget buah dadanya.


Selanjutnya kupeluk tubuhnya. Kamipun akhirnya tidur kelelahan sambil berpelukan.


Kemesraan ini kami lakukan sampai minggu sore menjelang cek out dari villa itu.


Sebulan setelah pertarungan di puncak Bdgl itu, aku mendapat telepon dari Dayu. Setiap hari sih selalu kami saling telepon melepas rindu atau smsan.


Tapi telepon kali ini lain. Penting katanya, dan ingin bertemu langsung denganku karena ada yang ingin dibicarakan. Nada suara Dayu sangat tegang. Wah ada-ada aja anak ini. Pakai tegang-tegang segala. Aku bukannya ikut tegang, eh malah bagian tubuhku yang kuanggap penting malah tegang.


"Hm, yayang sudah ga tahan ya", godaku untuk mendinginkan suasana.


"Bapak berhentilah bercanda. Ini serius", katanya tegang.


Kemudian dia menunjuk suatu tempat pertemuan yang agak sepi di sebuah pantai bagian timur Pulau ini.


Meski pantai ini daerah wisata terkenal, tapi karena hari ini hari selasa yang merukan hari kerja dan bukan hari libur. Maka suasana menjadi sepi, setelah memarkir mobilku, aku pun bergerak ke sebuah bangunan kosong yang biasanya dipakai tempat berteduh oleh para wisarawan yang berkunjung kesini.


Sesuai telepon tadi, aku disuruh menemuinya di banguan itu. Dari jarak 10 meter, aku lihat yayangku sudah duduk menunggu. Begitu dekat denganku, dia berdiri dan memeluk tubuhku.


"E...e..e..e..ada apa ini sayang", balasku memeluk. Ada isakkan halus kudengar dari kerongkongannya.


"Tenanglah sayang, ada apa?", bisikku menghibur sambil menuntun duduk tubuhnya.


Setelah menarik nafas panjang iapun berkata, "Ajik mau menjodohkan aku dengan sepupu".


Setelah berkata begitu, iapun menundukkan wajahnya.


"Hm, apa kamu menerimanya?", tanyaku masih tenang-tenang saja.


"Aku...aku...tidak berdaya. Keluarga besar sudah setuju", bisiknya sedih.


Hm, ternyata di jaman modern ini masih saja ada perjodohan ala "Siti Nurbaya".


Aku diam sejenak.


"Gimana Pak?" selanya.


"Gimana apa? Lho, kan kamu yang akan menikah, kok malah bertanya padaku?".


Wajahnya agak pucat, sambil menoleh kekiri dan ke kanan seolah-olah takut ada yang mendengar kata-katanya, iapun berbisik didekatku, "Pak, saya sudah terlambat 1 bulan".


"Apa?", tanpa sadar aku berteriak.


"Ssst..., jangan teriak keras-keras pak!", bisknya takut-takut.


"Eh, dari mana kamu tahu bahwa kamu...", balasku berbisik.


"Aku sudah periksakan ke dokter", katanya pelan.


"Lho, kok tidak ngajak-ngajak aku?", protesku. "Ohya itu...itu..punya siapa?", lanjutku curiga.


"Ya, punya Bapak lah. Aku tidak pernah berbuat dengan pria mana pun selain hanya dengan Bapak!", berkata begitu wajahnya langsung cemberut. Eh malah tambah manis. Aku jadi gemas dan ingin menyergap dan mencium bibirnya.


"Eit, Bapak ini tempat terbuka lho", dia memperingatkan.


Kontan aku batalkan tindakanku yang sudah pasang kuda-kuda menerkam ini. Ahya ini tempat terbuka, kalau ada yang lihat kan jadi ga enak. Apalagi dilihan Hansip, bisa-bisa digelandang ke kantor polisi.


"Hm, apa akan kamu gugurkan?", tanyaku.


"Tidak!", katanya tegas.


Jawabannya ini sungguh diluar dugaanku. Biasanya pada umumnya para gadis yang dihamili akan selalu menuntuk minta pertanggungjawaban pria yang menghamilinya atau minta diantar menggugurkan kandungannya. Perempuan ini malah lain dari pada yang lain.


Aku jadinya cuma diam bengong saja sambil garuk-garuk kepala.


"Lalu bagaimana?", tanyaku.


"Aku akan pelihara Pak", jawabnya pasti dan yakin.


"Bagaimana dengan suamimu kelak", kataku ragu-ragu.


"Biar saja, kalau dia benar-benar mencintai saya, dia akan menerima saya apa adanya", jawabnya meyakinkan.


Aku hanya diam saja. otakku jadi buntu untuk berfikir.


"Lagian, hubungan Bapak denganku cukup rumit dan back street. Saya tak ingin merusak rumah tangga Bapak", katanya sambil menunduk dan meremas-remas tangannya sendiri.


"Kamu benar, maaf ini bukan untuk menyelamatkan rumah tanggaku kalau aku menyetujui pandanganmu itu. Soalnya, andai aku ngotot, Ajikmu akan kaget karena calon mantunya seusia bahkan lebih tua dari umurnya. Rumit ya", kataku. Dia mengangguk.


"Ya, yang lebih gawat lagi, Ibuku kan sakit jantung. Aku khawatir kalau penyakitnya kumat kalau mengetahui keadaanku ini", lanjutnya lirih.


"Apa keluargamu tidak ada yang tahu kalu kamu sudah...hamil?", tanyaku.


Dia mengeleng-gelengkan kepalanya,"Aku hanya beritahu ayah bayi ini dan...dokter yang memeriksaku", katanya sambil menarik nafas panjang.


Meskipun suasana tegang, aku sempat juga berkata nakal, "Bagaimana sebagai perpisahan kita....", aku bisikkan sebuah kata nakal kepadanya.


"Ihhh...Bapaaaak!", jeritnya sambil mencubit lenganku keras-keras.


"Gimana, mau ga?", godaku dengan senyum nakal.


"Weeeeee..!", berkata begitu diapun meleletkan lidahnya.


"Soalnya bayi yang kamu kandung itu kan belum lengkap", kataku yang membuat dia kaget.


"Maksud Bapak?", katanya terbelalak. Kudekatkan lagi bibirku ke daun kupingnya. Diapun mendekatkan ke kupingnya ke bibirku. Dia pikir aku kan membisikkan sesuatu ke kupingnya.


"Ihhhsshh, geli Pak!", teriaknya ketika kumisku kugosokkan ke daun telinganya.


"Coba dekatkan telinganya ke sini", kataku.


"Ga mau ah! Bapak nakal!", katanya menjauh.


"Sekarang serius kok!", kataku menyerius-riuskan wajah sehingga dia kembali terpancing mendekat.


"Apa?", tanyanya.


"Begini sayang, anak kita itu kan belum sempurna. Belum ada kupingnya, gimana kalau sekarang aku ajak kamu nyewa kamar hotel. Aku akan buatkan kuping biar lengkap". kataku seius.


"Bapaaaak!" Ih terlaluuuu!", teriaknya sambil mencubit-cubitu hampir seluruh tubuhku.


Itulah pertemuan terakhirku dengan Dayu. Aku dan dia sempat menyewa kamar hotel di dekat pantai itu. Meski awalnya aku hanya iseng menggodanya dengan kata-kata nakal, eh malah dilanjutkan di kamar hotel untuk membikin kuping agar bayi kami kelak lahir dengan lengkap.


Seminggu setelah pertemuan dan pertempuran terakhir di pantai itu, datanglah surat undangan pernikahan mereka.


Aku datang kepernikahan mereka. Pasangan yang serasi, lakinya tampan dan wanitanya cantik buanget. Namun selama di kursi undangan, wajahku selalu tertuju pada perut si mempelai wanita. Disana anak kami saat ini sedang bersemayam sampai saatnya keluar mengjirup dunia ini. Sabar ya nak. kami akan tunggu kamu.


Saat akhir acara, ketika tetamu para undangan pulang seperti sudah tradisi dimana-mana para tamu pun menyalami kedua mempelai sambil mengucapkan bahagia,


Ketika giliranku menyalami kedua mempelai terutama sekali menyalami mempelai wanita, aku lihat dimatanya ada titik-titik air mata. Ingin kuusap air mata itu, namun akau tahan keinginan gila itu. Dengan tegar kusalami kedua mempelai. Saat menggenggam tangan mempelai wanita, aku remas tangannya sehungga dia gugup dan menundukkan wajahnya. Para hadirin sangat sibuk disana sini sehingga tak satupun orang memperhatikan. Hanya kami yang tahu perasaan kami saat itu.


Esoknya sekitar jam 10 pagi, HPku berdering dan...ah Dayu! Ada apa dengan anak ini, kok berani-beraniny menelepon saat masa bulan madu?


"Halo Yu, ada apa? Kok menelponku? apa suamimu ga curiga?", tanyaku.


"Ah dia? dia lagi bertemu dengan teman-teman kerjanya di ruang tamu di depan sana", katanya santai.


"Lho gimana ini? Istri yang baik kan harus mendampingi suaminya saat menerima tamu?", celaku.


"Sudah Pak! Dari tadi aku ikut nimbrung disana menemani suamiku. Aku baru aja permisi ke belakang, pipis", katanya dengan merdu. Ah suara itu selalu membuat aku rindu.


"Ha pipis? Ssst....sudah bersih ceboknya? Wah kalau Pak disana, pasti Pak yang nyebokin", godaku nakal.


"Iiihhh Bapaaak...! dasar ngeres aja bawaannya!", teriaknya diseberang sana.


"Ngeres? Tapi situ suka kan kengeresan Pak", godaku lagi.


"Weeeee...weeeee....", teriaknya dari sana.


"Sayang!", rayuku.


"Ya!".


"Gimana malam pertamanya?"tanyaku mulai nyerempet-nyerempet.


"Gimana apa?", katanya pura-pura ga ngerti.


"Ya, seru nggak pertarunhannya", aku makin nakal aja.


"Biasa aja!", kataya datar.


"Lho, biasa aja, ya biasa aja", katanya penuh misteri.


"Ooo...pasti kayak ayam. Buka pakaian, lalu cret-cret selesai".


"Ih, Bapak ini!", protesnya.


"Ehm maaf ya sayang, apa suamimu ga curiga malam pertama kok lancar buanget?", tanyaku nekat ga perduli apa dia akan marah nantinya.


"Ga, kan cepat lalu...dia tidur...eh..hm...anu!", dia gugup, tentu tanpa sadar kondisi sex mereka keceplosan terbongkar lewat pengakuan tadi.


"Bapak, sudah ya, saya mau menemui suamiku dulu. Ntar dicari-cari dikira ke mana", katanya menutup pembicaraan kami.


"Ok, sayang kapan-kapan kalau ada masalah telepon Bapak ya. Cup! Cuuuuuup! Mmmmmmuuuuaaaaahhhh!", kataku sebagai salam penutupan. Tak ada balasan apapun dari seberang sana karena HPnya keburu ditutup.


Hehehe jadi suaminya seperti lelaki umunya di daerahku ini sangat menabukan sex. Apakagi memperlakukan sex segai ajang rekreasi. Bagi kebanyakan pria di daerahku, lebih-lebih di daerah agak pedesaan seperti tempat Dayu ini kawin, sex hanyalah sebatas ritual hubungan suami istri untuk melanjutka keturuan. Lain dari itu tidak. Tak dapat kubayangkan bagaimana akan tersiksanya Dayu karena aku telah membangkitkan gairah nafsunya sehingga menjadi wanita yang sangat panas di tempat tidur.


Penampilannya di luar masih tetap kalem, lembut, sopan santun, keibuan seperti kebanyakan wanita timur pada umumnya. Tapi dibalik semua penampilan itu, Dayu sudah memendam bara nafsu yang menggelora. Sewaktu-waktu kalau tidak tersalurkan, endapan itu kian lama kian menumpuk dan suatu jetika akan meledak.


Demikianlah kisah asmara ini, Kisah yang merukan lanjutan kisah sebelumnya yang berhudul "DAYU GADIS KESEPIAN". Tentu kisaj ini masih kisah pengalaman nyata dari teman kantorku yang bernama ngr bengo.


Sekian dulu sampai berjumpa lagi pada kisah-kisah tulisanku yang lainnya.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar